Jumat, 04 Maret 2011

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

NAMA : MUJI RIYANTORO
NPM : 31109537
KELAS : 2DB21
MAT KUL :PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN #
DOSEN : RETMIARTI
KODE : PP000207

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REALISASl, PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA
.
Pendahuluan
Sesungguhnya semenjak jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan meru-pakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, me-reka berpendapat bahwa disamping melalui organisasi po1itik, perjuangan ke arah kemerdekaan per1u dilakukan melalui jalur pendidikan.
Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada ke-pentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan umum nasional seperti Muhamma-diyah, Taman Siswa dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya.
Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, arah pendidikan kita men-jadi lebih jelas, meskipun hakikat dan tujuannya pada dasarnya tetap sama, yaitu mencerdaskan serta meningkatkan kua1itas kemampuan bangsa. Namun demi-kian, upaya pendidikan pada masa sesudah prok1amasi kemerdekaan barangkali memiliki dimensi yang 1ebih 1uas dan lebih komplek, karena menyangkut ke-mampuan survival bangsa dalam mepertahankan dan mengisi kemerdekaan. Proses dan hasi1 pendidikan harus mampu menjawab tantangan-tantangan dan kebutuhan bangsa akan sumberdaya manusia yang trampil dalam berbagai jenjang pendidikan serta dalam berbagai jenis keterampilan yang bervariasi. Kita semua menyadari bahwa pada masa-masa yang akan datang kema-juan dan kejayaan suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kekayaan sumberdaya alam, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya insani merupakan suatu usaha besar dan vital yang sela1u diupayakan serta menjadi pusat perhatian se-tiap negara yang ingin memajukan bangsanya. Usaha dan perjuangan suatu ne-gara dalam meningkatkan kecerdasan serta kemampuan bangsanya dapat dilihat dalam sistem pendidikannya.
Maka1ah ini dimaksudkan untuk membahas sistem pendidikan nasional sebagai upaya untuk membangun struktur dan strategi pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, terutama dilihat dari segi konsepsi serta tujuan yang ingin dikejar, prinsip-prinsip yang melandasinya, serta strategi atau upaya-upaya nyata yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Di samping itu, realisasi serta praktek pelaksanaannya di lapangan juga dibahas serta persoalan-persoalannya di identifikasikan da1am usaha untuk menemu kan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya .

2. Konsep Sistem Pendidikan Nasional
a. Definisi
Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai mengenai sistem pendidikan nasional. Konsep sistem pendidikan nasional akan tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep me-ngenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang me-landasinya seperti yang biasanya tersurat dan juga tersirat dalam ketetapan-ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang merupakan produk perta-ma undang-undang pendidikan dan pengajaran sesudah masa kemerdekaan tidak memberikan definisi tentang konsep pendidikan, konsep pendidikan na-sional, maupun konsep sistem pendidikan nasional. Hanya saja, dalam kata pembukanya yang ditulis oleh Mr. Muhd. Yamin, Menteri Pendidikan, Penga-jaran dan Kebudayaan pada waktu itu, dikemukakan bahwa pendidikan nasi-onal merupakan landasan pembangunan masyarakat nasional, yaitu masya-rakat yang berkesusilaan nasional. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan pe-ngajaran lama secara berangsur-angsur harus digantikan dengan sistem pendi-dikan dan pengajaran nasional yang demokratis. Memang dapat dimak1umi, bahwa pada masa-masa itu konsep dan gagasan pendidikan nasional meru-pakan reaksi dari sistim pendidikan kolonial yang bersifat diskriminatif dan elitis.
Pengertian yang 1ebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan na-siona1 dan sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini pendidikan didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana un-tuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” ( Pasal 1, ayat 1 ). Pendidikan nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat 2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional” (pasal 1 ayat 3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b. Unsur-unsur Pokok Sistem Pendidikan nasional
Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang diran-cang dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya". Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok: (1) tujuan, (2) isi atau komponen, dan (3) proses. Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Suatu sistem (termasuk sistem pendidikan) dibangun dengan maksud untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. Sistem dibangun dari komponen-komponen dan kom-ponen-komponen bagian yang semuanya itu membentuk isi suatu sistem sebagai piranti untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Mekanisme dan prosedur beroperasinya serta berfungsinya komponen-komponen suatu sistem dalam upaya mewujudkan tujuan sistem merupakan proses sistem tersebut.
1) Tujuan Pendidikan Nasional
Apa tujuan yang ingin diwujudkan oleh pendidikan nasional?. Kalau pendidikan nasional didefinisikan sebagai pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional, maka pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional akan terbatas pengertiannya pada pendidikan dan sistem pendidikan pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, karena pendidikan pada masa penjajahan secara formal tidak berakar pada kebudayaan nasional dan tidak berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, rumusan-rumusan mengenai tujuan pendidikan nasional harus dicari dari dokumen-dokumen pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan.
Sejak proklamasi kemerdekaan, tujuan pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan, mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada masa-masa tersebut misalnya, pada masa permulaan kemerdekaan, tujuan pendidikan terutama berorientasi pada usaha "menanamkan jiwa patriotisme" (S.K. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 Maret 1946}, karena pada masa itu negara ingin menghasilkan patriot bangsa yang rela berkorban untuk negara dan bangsa. Dengan semangat tersebut diharapkan kemerdekaan bisa dipertahankan dan dengan semangat itu pula kemerdekaan akan diisi.
Dengan keluarnya Undang-undang No. 4 Tahun 1950, rumusan tujuan pendidikan dan pengajaran mengalami perubahan. Pasal 3 undang-undang tersebut menetapkan bahwa "tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air". Tekanan tampaknya diletakkan pada pembentukan warga negara yang demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab sebagai antitesa warga masyarakat terjajah. Tujuan pendidikan ini tidak mengalami perubahan sampai pada saat undanq-undang No. 4 Tahun 1950 diberla-kukan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sebagai Undang-undang no. 12 tahun 1954.
Pada tahun 1965, pada saat Indonesia berada di bawah gelora Manipol/Usdek, rumusan pendidikan nasional disesuaikan dengan situasi politik pada masa itu. Melalui Keputusan Presiden Repu1ik Indonesia No. 145 tahun 1965 tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut :
“Tujuan Pendidikan Nasional kita baik yang dise1enggarakan oleh pihak Pemerintah maupun Swasta, dari Pendidikan Prasekolah sampai Pendidikan Tinggi, supaya melahirkan warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terse1eng-garanya masyarakat Sosialis Indonesia, adi1 dan makmur baik spirituil dan materiil dan yang berjiwa Pancasila, yaitu: (a) Ke-Tuhanan yang Maha Esa, (b) Prikemanusiaan yang adil dan beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, (e) Keadilan Sosial seperti dijelas-kan dalam Manipol/Usdek".
Sesudah terjadinya peristiwa G30S/PKI, kembali rumusan tujuan pendidikan mengalami perubahan. Berdasarkan ketetapan Majelis Permu-syawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXVII/MPRS /1966, tujuan pendidikan dirumuskan sebagai berikut: "Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan isi Undang-undang Dasar 1945". Pada masa ini tujuan pendidikan tampaknya diti-tikberatkan pada pembentukan manusia Pancasilais sejati, karena pada masa itu barangkali banyak ditemukan manusia Pancasilais palsu yung tidak sepenuhnya berpegang pada Pancasila dan UUD 1945 yang murni.
Pada tahun 1973, MPR hasil pemilihan umum menge1uarkan ketetapan No. IV/MPH/1973 yang dikenal dengan nama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam ketetapan tersebut dirumuskan pula tujuan nasional pendidikan yang baru berbunyi sebagai berikut :
Pendidikan pada hakikatnya ada1ah usaha sadar untuk mengem-bangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 0leh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki o1eh se1uruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan ada1ah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan Pemerintah. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila dan untuk membentuk Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memi1iki pengetahuan dan keterampilan, dapat me-ngembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, men-cintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang temaktub dalam dalam Undang-undang Dasar 1945".
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989. Pasal 4 undang-undang tersebut menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampi1an , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sementara itu, rumusan tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat dibaca dalam UU No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang menegaskan bahwa : “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Mempelajari rumusan-rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di atas beberapa kesimpulan dapat ditarik:
a) Tujuan pendidikan nasional cukup sering berubah mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada suatu masa.
b) Tujuan pendidikan yang dirumuskan pada umumnya sangat idea1istis, dan tampaknya kurang memperhatikan kemungkinan-kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaannya di1apangan.
c) Perubahan tujuan tampaknya tidak secara maksimal diikuti dengan perubahan strategi dan piranti yang memungkinkan tujuan tersebut dapat diwujudkan.
2) Komponen-Komponen Sistem Pendidikan Nasional
Lepas dari sega1a variasi rumusan tujuan pendidikan yang telah dike-mukakan di atas, pendidikan nasional merupakan suatu proses yang di-maksudkan untuk membentuk sejumlah kemampuan manusia Indonesia dari berbagai tingkat usia dan golongan yang meliputi: kemampaun kepribadian dan moralitas, kemam-puan inte1ektua1, kemampuan sosial kemasyarakatan, kemampuan vokasional, kemampuan jasmani dan kemampuan-kemampuan lainnya. Untuk mewujudkan tujuan yang beraneka ragam tersebut diperlukan satuan-satuan dan jalur-jalur pen-didikan yang merupakan komponen-komponen sistem pendidikan nasional. Komponen-komponen sistem pendidikan nasional tersebut dapat dibagi dalam dua go1ongan besar yaitu: (1) Satuan Pendidikan Sekolah dan (2) Satuan Pendidikan Luar Sekolah.
Satuan Pendidikan Sekolah merupakan bagian dari sistem pendi-dikan yang bersifat formal, berjenjang dan berkesinambungan, Dilihat dari jenjangnya, pendidikan sekolah dapat dibagi menjadi Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Dilihat dari sifatnya, pendidikan sekolah dapat diklasifikasikan lagi menjadi pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendjdikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Satuan pendidikan luar sekolah meliputi: pendidikan dalam keluar-ga, pendidikan melalui kelompok-kelompok belajar, kursus-kursus, dan satuan-satuan pendidikan lain yang sejenis. Pendidikan pada satuan pendidikan ini bisa bersifat informal, formal, maupun formal.
Sebenarnya masih ada lagi jenis pendidikan lain yang mempunyai potensi untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Jenis pendidikan tersebut adalah pendidikan oleh dan untuk diri sendiri atau pendidikan yang diperoleh secara otodidak melalui membaca, memper-hatikan, bertanya, mencari tahu serta bentuk-bentuk pendidikan informal lain yang dipero1eh dari berbagai media massa dan sumber belajar 1ainnya.
Dalam usaha untuk menyediakan kesempatan belajar yang se1uas-1uasnya bagi setiap warga negara serta mendorong terwujudnya masya-rakat belajar melalui proses belajar yang berlangsung seumur hidup, maka semua komponen atau satuan pendidikan harus tersedia dan terbuka bagi semua warganegara yang memerlukan dan siap memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Begitu juga, semua satuan pendidikan harus bekerja secara seimbang dan berinteraksi satu sama lain dalam suatu kesatuan sistenm yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya, di negara kita pendidikan dalam keluarga belum memainkan peranan yang berarti. Padaha1 Iandasan yang ditanamkan dalam keluarga sangat besar penga-ruhnya bagi proses pendidikan anak se1anjutnya. 0leh karena itu partisipasi keluarga dalam proses pendidikan per1u ditingkatkan .
Keberhasilan komponen-komponen sistem pendidikan dalam menunaikan fungsinya juga tergantung pada adanya beberapa sarana penunjang yang ikut membantu berfungsinya komponen-kornponen atau satuan-satuan pendidikan tersebut. Beberapa di antara sarana penunjang dalam sistem pendidikan kita ada1ah: kurikulum, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan dan pengelolaan .
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 ). Kurikulum disusun sebagai alat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasiona1. Kuriku1um pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : peningkatan iman dan taqwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi,kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UU No. 20 thn 2003 pasal 36).
Tenaga kependidikan merupakan ujung tombak usaha perwujudan tujuan pendidikan. Tugas pokok mereka adalah menyelenggarakan ke-giatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pe1ayanan teknis dalam bidang pendidikan. Mereka terdiri dari tenaga-tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, penga-was, peneliti dan pengembang dalam bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Mereka seharusnya merupakan orang-orang yang profesional yang menguasai tugasnya dan memiliki dedikasi dalam melaksanakan tugasnya.
Berhasilnya suatu satuan pendidikan dalam menunaikan fungsinya perlu ditunjang dengan penyediaan sumberdaya pendidikan yang meliputi: gedung dan perlengkapannya, sumber belajar seperti buku-buku dan alat-alat bantu mengajar dan dana yang memadai.
Meskipun pengelolaan pendidikan nasional berada di bawah tang-gung jawab Menteri Pendidikan Nasional, sebagian tanggung jawab pengelolaan perlu diserahkan kepada pejabat yang langsung berhadapan dengan penyelenggaraan proses pendidikan.
3) Proses Sistem Pendidikan Nasional
Yang dimaksud proses dalam sistem pendidikan nasional adalah mekanisme kerja dalam bentuk berbagai ketentuan, aturan, maupun prosedur yang memungkinkan seluruh komponen sistem pendidikan (pendidikan luar sekolah dan pendidikan. sekolah untuk berbagai jenis dan jenjang) bekerja dan menunaikan fungsi untuk mencapai tujuan yang te1ah ditetapkan. Aturan-aturan tersebut meliputi aturan-aturan mengenai persyaratan masuk ke dalam suatu jenjang dan/atau jenis pendidikan, mata ajaran yang dipelajari dan untuk berapa lama dipelajari, buku-buku yang dipergunakan, prosedur dan tata cara penyelenggaraan pengajaran termasuk metode mengajar dan sistem evaluasi yang dipergunakan, banyaknya pertemuan dalam satu minggu, serta sejumlah aturan lain yang menyangkut pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran.
Sebagian dari aturan-aturan ini ditetapkan dalam bentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, instruksi dari pejabat pendidikan pada berbagai tingkatan dan ketentuan-ketentuan yang dikembangkan sendiri oleh suatu satuan pendidikan baik yang dinyatakan secara tertulis maupun tidak tertulis. Kerapkali komponen-komponen sistem pendidikan yang ada tidak mampu menunaikan fungsinya dengan baik karena tidak ada aturan yang menuntun proses kerjanya, atau karena aturan-aturan yang ada kurang memadai atau seringkali berubah-ubah. Oleh karena itu, aturan-aturan yang bersifat fundamental perlu ditetapkan dalam bentuk ketetapan yang lebih permanen sifatnya seperti undang-undang atau peraturun-peraturan pemerintah.
Tidak semua aturan yang menuntun proses penyelenggaraan pendidikan harus diatur melalui undang-undang atau peraturan pemerintah. Aturan-aturan yang bersifat lebih dinamis dan mudah berubah sebaiknya ditetapkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang dapat diubah dengan cepat.
3. Realisasi Si.stem Pendidikan Nasional dan Permasalahannya
a. Realisasi Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang kita anggap sebagai sumber utama gagasan sistem pendidikan nasional belum genap berusia 1 tahun. Oleh karena itu, mungkin masih terlalu dini untuk menilai realisasi serta pelaksanaannya di lapangan. Peraturan-peraturan pemerintah yang membe-rikan pedoman pelaksanaannya belum disusun. Setelah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan pemerintah itu disusun barulah dapat dirancang kegiatan-kegiatan pelaksanaannya. Berdasarkan gambaran di atas, dapat diperkirakan bahwa realisasi pelaksanaan undang-undang mengenai sistem pendidikan nasional secara utuh akan masih memerlukan waktu.
Masyarakat mungkin menaruh harapan yang besar akan kemampuan undang-undang ini dalam menangani masalah-masalah pendidikan. Ada kesan bahwa semua persoalan pendidikan akan bisa diselesaikan - setidak-tidaknya akan lebih mudah diselesaikan - setelah undang-undang ini diberlakukan. Harapan semacam itu mungkin agak berlebihan, karena fungsi utama undang-undang ini pada dasarnya adalah sebagai sumber acuan untuk memulai langkah-langkah pembenahan dalam upaya pendidikan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat hal-hal yang diatur dalam undang ini menjadi suatu kenyataan.
Perlu disadari bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tidak mungkin dapat mengatur semua kegiatan pendidikan yang terjadi di lapangan. Undang-undang pendidikan nasional hanya mampu memberikan arah, dan mem-berikan prinsip-prinsip dasar untuk menuju arah tersebut, serta mengatur prosedurnya secara umum. Realitas pe1aksanan pendidikan di lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada di barisan paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya.
b. Masalah-Masalah Pendidikan Yang Ada Sekarang
Pendidikan kita sekarang ini setidak-tidaknya sedang dihadapkan pada empat masalah besar: masalah mutu, masalah pemerataan, masalah motivasi, dan masalah keterbatasan sumberdaya dan sumberdana pendidikan.
1) Secara umum pendidikan kita sekarang ini tampaknya lebih menekankan pada akumulasi pengetahuan yang bersifat verbal dari pada penguasaan keterampilan, internalisasi nilai-nilai dan sikap, serta pembentukan ke-pribadian. Di samping itu kuantitas tampaknya lebih diutamakan dari pada kualitas. Persentase atau banyaknya lulusan lebih diutamakan daripada apa yang dikuasai atau bisa dilakukan oleh lulusan tersebut.
2) Pola motivasi sebagian besar peserta didik lebih bersifat maladaptif daripada adaptif. Pola motivasi maladaptif lebih berorientasi pada penampilan (performance) daripada pencapaian suatu prestasi (achie-vement) (Dweck, 1986), suatu bentuk motivasi yang lebih mengutamakan kulit luar daripada isi. Ijazah atau gelar lebih dipentingkan daripada substansi dalam bentuk sesuatu yang benar-benar dikuasai dan mampu dikerjakan.
3) Kualitas proses dan hasil pendidikan belum merata di seluruh tanah air. Masih ada kesenjangan yang cukup besar dalam proses dan hasil pendidikan di kota dan di luar kota, di Jawa dan di luar Jawa. Pendidikan kita sekarang ini masih belum berhasil meningkatkan kualitas hasil belajar sebagian besar peserta didik yang pada umumnya berkemampuan sedang atau kurang. Pendidikan kita mungkin baru berhasil meningkatkan kemam-puan peserta didik yang merupakan bibit unggul.
4) Pendidikan kita sekarang, juga masih dihadapkan pada berbagai kendala, khususnya kendala yang berkaitan dengan sarana/prasarana, sumberdana dan sumberdaya, di samping kendala administrasi dan pengelolaan. Admi-nistrasi serta sistem pengelolaan pendidikan kita pada hakikatnya masih bersifat sentra1istis yang sarat dengan beban birokrasi . O1eh karena itu persoa1an-persoa1an pendidikan masih sulit untuk ditangani secara cepat, efektif dan efisien.
Apabila kondisi pendidikan seperti ini berlangsung terus dan tidak bisa diubah, disangsikan apakah bangsa kita dapat bersaing dengan bangsa lain pada masa-masa yang akan datang . Dalam menghadapi persa-ingan dalam mengejar keunggulan, khususnya keunggulan dalam bidang ekonomi, manusia Indonesia barus bisa ditingkatkan kualitasnya. Manusia yang berkualitas hendaknya tidak diartikan sebagai manusia yang sekedar berpengetahuan luas, melainkan juga manusia yang terampil, ulet, kreatif, efisien dan efektif, sanggup bekerja keras, terbuka, bertanggung jawab, punya kesadaran nilai dan moral, di samping tentu saja beriman dan taqwa. Di samping itu, haruslah diupayakan agar sebagian besar manusia Indonesia dapat memiliki sifat-sifat tersebut. Sebagai suatu perbandingan, keberhasilan pendidikan Jepang terletak pada kesanggupannya meningkatkan kemampuan sebagian besar anak didik mereka dengan cara mendorong dan mengajar mereka bekerja keras sejak aval untuk mencapai prestasi yang maksimal dan tidak semata-mata mengandalkankan pada bakat dan kemampuan alamiah. Sebaliknya, pendidikan Amerika lebih mengandalkan hasil pendidikannya dari anak-anak yang memiliki kemampuan tinggi ( Gordon, 1987; Sidabalok, 1989 ).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 telah meletakkan landasan bagi pembangunan sistem pendidikan nasional yang dapat dijadikan sebagai titik acuan dalam pengembangan pendidikan 1ebih lanjut. Apabila kita percaya bahwa kemampuan survival bangsa kita dimasa-masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya, begitu juga apabila kita percaya bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, maka sistem pendidikan nasional harus diupayakan agar dapat memecahkan masalah serta mengatasi kendala-kendala yang disebutkan di atas.
c. Usaha-usaha ke arah pemecahan masalah
Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tugas utama dalam pelaksahaan sistem pendidikan nasional kita adalah bagai-mana meningkatkan kualitas proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang kompetitif untuk bersaing setidak-tidaknya dengan tenaga kerja lain di kawasan Asia Tenggara. Perjuangan dalam me-ningkatkan mutu pendidikan menuntut adanya kerja keras dari semua tenaga kependidikan serta kerjasama antara sesama satuan pendidikan.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na-sional tidak secara eksplisit mengatur masalah mutu pendidikan, melainkan hanya menyebutkan faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi mutu pendidikan, seperti: tujuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan, kurikulum, evaluasi, penge-lolaan dan pengawasan.
Mangieri (1985, hlm.1) menyebutkan 8 faktor yang paling sering disebut-sebut sebagai faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan. Kede-lapan faktor tersebut adalah; kurikulum yang ketat, guru yang kompeten, ci-ri-ciri keefektifan, penilaian, keterlibatan orang tua dan dukungan masyarakat, pendanaan yang memadai, disiplin yang kuat, dan keterikatan pada ni1ai-ni1ai tradisiona1. Komisi nasional mengenai keunggulan dalam bidang pen-didikan Amerika dalam laporannya yang terkenal berjudul A Nation at risk merekomendasikan bahwa keunggulan (exelence) dalam bidang pendidikan dapat diwujudkan me1a1ui cara-cara berikut: menambah banyaknya pekerjaan rumah, mengajar siswa sejak permu1aan keterampi1an belajar dan bekerja, melakukan pengelolaan kelas yang lebih baik, sehingga waktu sekolah bisa dimanfaatkan semaksima1 mungkin, menerapkan aturan yang tegas mengenai tingkah laku di sekolah dan mengurangi beban administrasi guru.
Persoa1an kedua ada1ah bagaimana mendemokratiskan sistem pen-didikan dalam arti yang sesungguhnya. Semua pasal 4,5, dan 6 UU No. 20 Tahun 2003 mengatur agar sistem pendidikan nasiona1 kita memberikan ke-sempatan yang sama kepada semua warga negara untuk mempero1eh pen-didikan secara demokratis. Namun dalam praktek, kesempatan tersebut baru terbatas pada kesempatan yang sama dalam mempero1eh pendidikan - yang cukup banyak diantaranya masih berkua1itas rendah - be1um kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi. Pendidikan yang rendah kualitasnya tidak banyak artinya dalam kehidupan. Karena kualitas ditentukan oleh biaya, pendidikan yang berkualitas baru bisa diriikmati oleh sebahagian kecil warganegara yang memiliki kelebihan da1am kemampuan intelektua1 maupun kemampuan ekonomis.
Usaha untuk mendemokratiskan serta memeratakan kesempatan mem-peroleh pendidikan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan menstandardisasikan fasilitas lembaga penyelenggara pendidikan dan menye-1enggarakan kewajiban belajar. Semua lembaga pendidikan yang sejenis, apakah lembaga pendidikan tersebut berada di Jawa atau di luar Jawa perlu diusahakan agar memiliki fasilitas pendidikan yang setara dan seimbang: antara lain dalam bentuk gedung yang memadai, perlengkapan serta peralatan belajar yang mencukupi, kualifikasi guru yang memenuhi syarat dengan sistem insentif yang mendorong kegairahan kerja, dan satuan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata. Standarisasi fasilitas dan kondisi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan standarisasi mutu. Dengan cara ini pada saatnya nanti , anak-anak yang berdomisili di luar Jawa tidak banyak lagi yang menginginkan bersekolah di Jawa, karena mutu pendidikan di daerah mereka setara atau malahan lebih tinggi dibandingkan dengan mutu pendidikan di Jawa.
Kewajiban belajar merupakan upaya lain untuk mendemokratiskan kesempatan memperoleh pendidikan. Melalui kewajiban belajar yang dise-lenggarakan dan dibiayai oleh negara, semua anak Indonesia akan mempe-roleh kesempatan untuk rnengikuti pendidikan sampai pada usia atau tingkat pendidikan tertentu. Melalui kewajiban belajar usaha untuk menaikkan tingkat pendidikan sebagian besar warga-negara dapat dilakukan secara lebih cepat. Pasal 34 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap warganegara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Sementara itu ayat 2 menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Bahkan pada ayat 3 mengatakan bahwa wajib belajar itu merupakan tanggung jawab negara. Mengingat demikian vitalnya peranan kewajiban belajar dalam upaya peningkatan kemampuan warganegara, maka peraturan pemerintah yang akan mengatur pelaksanaanya perlu segera dikeluarkan, sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 4 pasal 34.
Sulit diterima kalau ada orang yang mengatakan bahwa anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini kurang cerdas bila dibandingkan dengan anak-anak dari generasi sebelumnya. Soalnya kondisi kehidupan pada masa sekarang ini jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Namun demikian, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa prestasi belajar anak-anak sekarang ini untuk beberapa bidang studi tertentu cukup memprihatinkan. Satu-satunya alasan yang bisa dipergunakan untuk menerangkan gejala ini adalah bahwa mereka kurang memiliki motivasi untuk belajar. Mereka pada umumnya kurang tekun, cepat menyerah kalau menghadapi kesulitan, dan lebih me-nyukai pelajaran yang mudah daripada pelajaran yang sukar. Oleh karena itu, adalah merupakan tanggung jawab semua lembaga pendidikan untuk mena-namkan kesadaran kepada peserta didiknya akan pentingnya usaha dan kerja keras dalam belajar
4. Ringkasan dan Kesimpulan
Konsep dasar pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional te1ah dikemukakan. Demikian pula konteks sejarahnya. Sistem pendidikan nasional mempunyai peranan yang strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sum-berdaya manusia Indonesia dimasa yang akan datang. Upaya pembangunan sistem pendidikan nasional yang dapat diandalkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya merupakan suatu usaha besar yang cukup rumit pengaturan maupun pe-1aksanaannya, akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat vital. 0leh karena itu penanganan masa1ah pendidikan harus dilakukan secara bersistem, karena tidak pernah akan tuntas kalau di1aksanakan oleh lembaga-1embaga pendidikan secara individual melalui cara-cara yang bersifat monolitik. Dengan perkataan lain, semua komponen sistem pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat, media massa ) harus berperan serta. Namun demikian, agar semua usaha tersebut dapat mencapai tujuannya secara rnaksimal, usaha-usaha tersebut perlu diatur melaiui suatu strategi nasional yang memiliki landasan yang kuat.
Melihat luasnya tujuan yang ingin dicapai, banyaknya komponen yang terlibat, serta terbatasnya sarana pendukung dalam proses pelaksanaannya, realisasi sistem pendidikan nasional tentu saja akan dihadapkan pada berbagai kendala. Namun demikian, landasan sistem pendidikan nasional telah diletakkan sebagai titik acuan dalam usaha melakukan pembenahan lebih lanjut.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ardhana, Wayan (1990). Atribusi terhadap sebab-sebah keberhasi1an dan kegagalan, serta kaitannya dengan motivasi berprestasi, Pidato pengukuhan Guru Besar, IKIP Malang.
Ardhana, Wayan (1990). Hakikat kewajiban belajar dalam menyongsong rintisan kewajiban belajar SLTP, naskah tidak dipublikasikan.
Ardhana, Wayan (1991). Kebijakan pemerintah dalam strategi pendidikan nasional. Makalah dalam Seminar Televisi Perididikan Indonesia di Surabaya, 23 Februari .
Bebby, C.E. (1982). Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan pedoman perencanaan, LP3ES, Jakarta.
Clifford, Margaret M. { 1990 ). Students need challenge, not easy success, Educational Leadership, 48 (1), 22 - 34.
Cummings, William K. ( 1980 ). Education and equality in Japan, Princeton University Press, Princeton, New Jersey.
Dweck, Carol S. (1986). Motivational processes affecting learning, American Psychologist, 41(10), 1040-1048.
Garder, David P. , chair ( 1983 ). A nation at risk: The imperative of educational reform, The National Commission on the Excellence in Education, Washington, D.C.
Gordon, Bonnie (1987). Cultural Comparison of schooling, Educational Researcher, August - September, 4-7.
Naisbett, John & Aburdene, Patricia ( 1990 ). Sepuluh arah baru untuk tahun 1990-In: Megatrends 200, Binarupa Aksara,Jakarta.
Mangieri , John N, ( 1985 ). The challenge of attaining excellence, dalam Mangieri, John N. ( Editor ) Excellence in Education, Texas Christian University Press, Forth Worth,
Razik, T.A. (1969). The fundamental of educational planning: Lecture-discus-sion series No. 45, System analysis and educational design,Unesco: International Institute for Educational Planning, Paris.

Sidabalok, Simon (1989). A.S.negara kaya yang semu: Kedudukannya semakin terancam, Kompas, l9 Nopember, hlm.9.
--------- Undang-undang Republik Indonesia, No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Repub1ik Indonesia, 1989.
.--------- Undang-undang Republik Indonesia,No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Pen. CV Aneka Ilmu, cet. 1 tahun 2003

SUMBER :
-lpizukdi

SEJARAH PENDIDIKAN KEWIRAAN MENJADI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NAMA : MUJI RIYANTORO
NPM : 31109537
KELAS : 2DB21
MAT KUL : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN #
DOSEN : RETMIARTI
KODE : PP000207

PENDAHULUAN
1. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewiraan (Kewarganegaraan)
Aspek lingkungan fisik yang khas sebagai lebensraum tiap orang menyebabkan amat dipentingkannya penataan aspek kehidupan yang meliputi Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, Pertahanan dan Keamanan. Di Indonesia, penataan telah diupayakan sejak diproklamirkannya kemerdekaan. Penataan yang dimaksud terutama ialah penataan diri setiap orang Indonesia untuk tetap konsisten menegakkan proklamasi dan cita-cita yang terdapat didalamnya. Kompetensi penataan diri tiap orang terutama karena ha-hal sebagai-berikut:
1. Mudah sekali dijumpai orang yang tidak dapat menjawab dengan benar, misalnya ketika ditanyakan tentang apa Pancasila itu, dan mengapa Bangsa Indonesia menjadikamya sebagai Ideologi Negara.
2. Banyak pula orang yang masih memimpikan Ideologi/faham lain selain Pancasila, dan bahkan menganggap Agama dapat dijadikan ideology, serta adanya upaya mengkonyugasikan agama dengan ideology.
3. Politik tidak diimplementasikan dengan benar sesuai dengan definisi politik itu sendiri, termasuk prinsip demokrasi yang tidak mampu diimplementasikan Perguruan Tinggi meskipun masyarakat dipaksakan untuk menegakkan demokrasi.
4. Turunya kualitas kehidupan secara sosial, budaya, dan agama dengan diwajarkanya Korupsi yang bahkan diselenggarakan terang-terangan dan berjama'ah, Kolusi, Nepotisme, Primordialisme, serta penghargaan terhadap Separatisme dan Terorisme.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, diasumsikan Negara ini tidak akan pemah mencapai Tujuan Nasionalnya, dan setiap orang didalamnyapun tidak akan pernah mencapai Kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat. Oleh karena itu, dalam kuliah Pancasila dan kuliah Kewiraan (Kewarganegaraan) di Perguruan Tinggi yang pesertanya Mahasiswa (selaku peserta didik yang mampu berfikir logis, jujur, kreatif dan dinamis), penggunaan pendekatan pemikiran filsafat pada proses pembelajaran Pancasila sekaligus pendekatan geopolitis pada pembelajaran Kewiraan harus diterapkan secara benar dan dapat diterima akal fikiran mahasiswa sehingga akan dipahami dan diimplementasikannya secara benar.
Melalui bidang pendidikan, Pemerintah mengeluarkan suatu keputusan yaitu Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/21)OU dan No. U45/U/2Ib2 untuk memberlakukan kurikulum baru bagi Pendidikan Tinggi. Kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang menawarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK ini menekankan kejelasan hasil didik sebagai seorang yang kompeten dalam hal menguasai penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam bentuk kekaryaan ini menguasai sikap berkarya dan kemampuan dalam berkehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 43/DIM/Kep/2006, mengatur tentang rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Kepribadian di Perguruan Tinggi. Dalam keputusan tersebut pada pasal 1 dituliskan Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Parguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Misi kelompok MPK dalam membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
Kompetensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadikan ilmuwan professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang berkeadaban mejadi warga Negara yang memiliki daya saing, dan disiplin (lain berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Dengan kompetensi yang dimilikinya, seorang lulusan pendidikan tinggi harus mampu bertindak sebagai a method of inguiry dalam perannya sebagai pencerah masyarakat, berkehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak lagi menjadikan seseorang sebagai human investment pembanggunan, tetapi mengantarkan seseorang sebagai intelellectual capital dalam dimensi keperanan sebagai human capital, structural capital, dan relational capital atau customer capital. Intelectual capital tersebut bagi seseorang akan ditemukan dan dimantapkan melalui proses belajar sepanjang hayat (continuing education atau life long education) yang berwujud a method of ingury yang bersifat dinamis progresif.
Cara untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi, tersebut ialah dengan pengembangan kepribadian sebagaimana Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), yakni dengan pemberlakuan mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewiraan/Kewarganegaraan pada setiap bentuk Pendidikan Tinggi di Indonesia. Melalui pendidikan ini, berbekal kompetensi yang dimiliki seseorang lulusan pendidikan tinggi harus menjadi warga negara yang penuh tanggung jawab sekaligus sebagai pejuang negara dalam rangka memelihara eksistensi Negara dan bangsanya, dan sebagai tujuan umum, mahasiswa selanjutnya lebih berupaya membentuk kepribadiannya selaku warga negara Indonesia seutuhnya, nasionalis, kepentingan berkehidupan bernegara.
Melalui pokok-pokok bahasan pada mata kuliah Pendidikan Pancasila dan dilanjutkan dengan Pendidikan Kewiraan (Kewarganeraan), setelah selesainya proses pembelajaran, seyogyanya. Mahasiswa dapat menjelaskan dan berperilaku sebagai berikut :
1. Landasan histories dan yuridis Pendidikan Pancasila dan Kewiraan/ Kewarganegaraan.
2. Pancasila sebagai sistem filsafat, etika politik, dan paradigma berbangsa.
3. Kepentingan ideologi bagi suatu Negara.
4. Pengembangan identitas nasional.
5. Konsepsi HAM dan implementasi Demokrasi Pancasila.
6. Aspek geopolitik bangsa Indonesia.
7. Konsepsi dan Implementasi Ketahanan Nasional.
8. Perwujudan Politik dan Strategi Nasional dalam bentuk Ketahanan Nasional.
9. Berpartisipasi dalam Pertahanan dan Keamanan Nasional.
10. Mengutamakan Kewajibannya daripada penuntutan haknya.
11. Memiliki pola pikir komprehensif integral pada aspek kehidupan nasional.
12. Mengidentifikasi perkembangan IPTEK dalam rangka Ketahanan Nasional.
2. Upaya-Upaya Pendidikan Kepatriotan
Pendidikan kepatriotismean yang menjadi cita-cita penulis adalah upaya sadar yang direncanakan negara dan dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mendidik warga negaranya agar tiap waktu rencana dan aktifitasnya selalu berkesadaran dan berkesiagaan demi negara dengan sikap Patriotik.
Sikap yang Patriotik, yakni melihat dengan tajam dan teliti masalah yang dihadapi secara nasional, baik dalam bentuk kerawanan maupun dalam bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, serta mampu menemukan peluang yang terbuka sehingga dapat mengambil sikap dan keputusan yang benar dan baik bagi keselamatan, kelestarian, dan kepentingan bangsa dan negara. Negara-negara lainpun mempunyai konsep dan cara pendidikan tersendiri untuk hal tersebut, bahkan lebih ekstrim dalam bentuk wajib Militer.
Pendidikan demikian sebagaimana dahulunya dalam bentuk Kuliah Kewiraan, namun oleh karena kata Kewiraan telah lama dianggap berbau Militeristik dan bahkan dicurigai oleh sebagian orang pada beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai mata kuliah Indoktrinasi, terutama karena sebelumnya kewiraan diajarkan keperguruan tinggi oleh Perwira-perwira Militer minimal berpangkat Kolonel oleh karena Militer dianggap lebih memahami, maka untuk mensipilkan mata kuliah tersebut diadakanlah Kursus Singkat bagi Calon Dosen Kewiraan di Lembaga Pertahanan Nasional Jakarta.
Selanjutnya dua Umversitas besar di Indonesia UGM dan UI menyelenggarakan Program Studi Ketahanan Nasional pada Strata II (S2) untuk mempersiapkan tiap Sarjana dari berbagai bidang agar dapat menggali, memperdalam dan mengaktualisasikan pengetahuan tersebut dengan berdasarkan keilmuan dan data empirik yang berhubungan dengan peningkatan kualitas sumberdaya warga negara demi kemajuan negara dan tujuan negara. Hal-hal tersebut tidak dipahami oleh banyak orang Perguruan Tinggi sehingga pada tahun 2000 dengan semangat Reformasi, penolakan terhadap Dwifungsi ABRI maka nama Mata kuliah Kewiraan (yang khusus untuk Mahasiswa) diubah jadi Pendidikan Kewarganegaraan yang pada akhirnya justru dianggap tidak berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di SD, SLTP atau SLTA.
Kata Kewiraan sesungguhnya dapat dipahami sebagai suatu upaya progresif agar orang mampu berjiwa Perwira (yakni berjiwa antisipasi terhadap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan apapun terhadap eksistensi Negara dan bangsanya). Imbuhan `Ke' pada kata Kewiraan berarti Kemampuan sekaligus Kebijakan dari seorang Wira dimana Wira bermakna juga Patriot (berarti Pahlawan/pembela) dari Patria (berarti Tanah Air). Maka Kewiraan berarti Kesadaran bersikap kesatria membela Tanah Air.
Membela Tanah Air tidak selalu mengangkat senjata sebagaimana masa perang Kemerdekaan. Banyak cara untuk membela Tanah Air, baik melalui keahlian maupun keterampilan dari bidang Ilmu tertentu untuk meningkatkan kualitas fisik dan non fisik aspek-aspek kehidupan masyarakat, upaya lainnya dalam berbudaya dan berolah raga.
Sejak dahulu kala selalu ada kerawanan akan eksistensi suatu Kerajaan atau Negara, Kewiraan didefenisikan sebagai titik-titik kelemahan yang terdapat dalam kehidupan manusia dan masyarakat diberbagai aspek dan sektornya dengan akibat mempermudah datangnya ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap usaha menghayati suatu paham/ideologi negara. Sedangkan ancaman didefenisikan sebagai tindakan potensi atau kondisi yang mengandung bahaya dan bersifat konseptual, baik tertutup maupun terbuka yang bertujuan untuk mengubah kesatuan, paham/ideologi maupun menggagalkan pembangunan nasional.
Gangguan diartikan sebagai tindakan, potensi atau kondisi yang mengandung bahaya dan tidak bersifat konseptual, dan berasal dari luar diri sendiri yang bersifat merongrong kesatuan, paham/ideologi. Hambatan diartikan sebagai tindakan, potensi, atau kondisi yang mengandung bahaya dan tidak konseptual dan berasal dari dalam diri sendiri, dalam arti tidak mengamalkan makna kesatuan, paham/ideologi, dan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Tantangan adalah tindakan, potensi atau kondisi baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri yang membawa masalah untuk diselesaikan serta dapat menggugah kemampuan diri.

PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWIRAAN
1. Latar Belakang Sejarah.
Sejarah nasional sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945 mencatat bahwa terjadi pemberontakan-pemberontakan yang membahayakan kelangsungan negara kesatuan RI. Pemberontakan-pemberontakan tersebut jika diselidiki mendalam disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah Ideologi Komunis, Liberal dan dampak politisnya, Frusfasi (PRRI, DI/TII).
2. Mengemban Tugas kemasa depan.
Peristiwa dan pengalaman serta terjadinya pemberontakan-pemberontakan tersebut membuat bangsa Indonesia menjadi sadar, betapa besar bahaya yang harus dihadapi oleh bamgsa dan negara dan betapa jauh akibat malapetaka yang harus diderita oleh rakyat. Oleh karena itu, kewaspadaan sejak dini diusahakan agar peristiwa-peristiwa yang membawa penderitaan dan kesengsaraan rakyat tidak terulang kembali.
Hal tersebut tentu saja tidak hanya dilakukan dengan kesiapan dan kewaspadaan terhadap apa yang akan membahayakan bangsa dan negara pada waktu mendatang ataupun dengan sekedar tindakan represif, terutama dengan menggali akar penyebabnya untuk dipecahkan, serta menjaga jangan sampai kita sendiri menciptakan suatu kondisi yang rawan serta mengundang peristiwa-peristiwa semacam itu terjadi kembali. Disamping itu, harus disadari bahwa pemberontakan-pemberontakan itu bukanlah perisitiwa yang insidentil atau tergantung pada perorangan, tetapi benar-benar dilakukan dalam kelompok masyarakat dan dalam satuan sosial yang tidak kecil dan tersebar di Nusantara ini, dengan perencanaan yang terarah, dengan organisasi dan koordinasi yang cukup rapi, serta dilandasi dengan motivasi dan paham ideologi yang jelas, dan tidak sekadar berada pada permukaan saja.
Jelas bahwa kewaspadaan harus dibekali dengan pemahaman yang tegas tentang kerawanan-kerawanan yang ada dalam tubuh bangsa, semangat yang tinggi, serta didasari ketakutan yang mantap atas ideologi Pancasila.
Bagi kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, karakter sebagai Perwira Patriot harus diaktualisasikan secara benar, implisit tersirat dari pentingnya keterbukaan informasi dan tujuan reformasi.
Berbagai masalah rumit sebelum sekarang dan mendatang menyebabkan perubahan potensial untuk meningkatkan diversitas dalam negara. Hal tersebut memicu terbentuknya assosiasi dan dissosiasi baru dalam kelompok-kelompok masyarakat yang juga berpotensi untuk menimbulkan gangguan sekuritas.
Hal itu terjadi dengan adanya kekerasan individual, keluarga, lembaga, subnasional dan supranasional yang dilakukan berbagai pihak dengan kepentingamya sendiri, dengan memanfaatkan politik. Munculnya perbedaan persepsi diantara supra dan infra struktur maupun antar generasi pemikir dan elit-elit politik domestik, serta persepsi sipil militer yang merupakan problem yang harus dibedah dalam koridor transparansi/keterbukaan yang biasanya selalu dilawankan dengan stabilitas politik maupun status quo.

IDEOLOGI PANCASILA
1. Ideologi
Keberadaan ideologi memang nyata telah memunculkan hampir semua negara-bangsa di dunia, namun secara faktual masyarakat kini tidak berminat untuk mempelajari ideologi, interaksi ideologi politik, ajaran dan pola kelembagaanya, akibat daripadanya, serta prospek masa depamya.
Sulitnya pendefenisian istilah "ideologi" merupakan masalah karena penggunaan kata-kata dan konotasi yang tidak tepat telah ada padanya secara historis. Ada banyak defenisi tentang ideologi, sebagai contoh Carl J. Friedrich (dalam "Man and His Govemment: An Empirical Theory of Politics", 1963) telah menawarkan gambaran yang luas guna orientasi dalam studi tentang ideologi-ideologi politik utama sekarang ini. Dikatakamya bahwa Ideologi merupakan sistem-sistem pikiran yang geraknya berhubungan, memuat suatu program dan strategi bagi realisasinya serta fungsi menyatukan organisasi-organisasi disekelilingnya.
D. Easton dalam "A Systems Analysis of Political Life" (1965) memberikan pengenalan dan deskripsi, bahwa ideologi adalah seperangkat pikiran-pikiran, tujuan-tujuan dan maksud-maksud yang bersambung, yang membantu angota-anggota sistem untuk menafsirkan masa lalu, menerangkan yang sekarang, dan menawarkan suatu pandangan bagi masa depan. Berdasarkan penelitian yang intensif dan berfikir secara reflektif final sebagai cara berfikir dalam Filsafat Integralisme (yang diistilahkan Filsafat Pancasilaisme), Abdulkadir B. dalam "Pancasila Ideologi Terbuka" (1996) mengemukakan bahwa ideologi adalah seperangkat nilai intrinsik yang diyakini kebenaramya oleh suatu masyarakat dan dijadikan dasar menata dirinya dalam menegara.
Nilai intrinsik yang ada pada Ideologi Pancasila merupakan pandangan hidup atau metode untuk memahami kehidupan sesama bagi setiap orang sebagai praktisinya itu adalah benar mutlak secara filsafati dan empiris. Harus dipahami pula bahwa setiap ideologi mempunyai dasar filsafat tertentu yang menghasilkan nilai tertentu berdasarkan metode berpikimya sendiri yang khas, sehingga wataknya dan orang-orang penganutnya khas pula, baik pada ideologi komunis, liberal, dan pancasila. Oleh karenanya, untuk menilai setiap fenomena yang ada, terdapat perbedaan nilai (value) dan cara yang berbeda sebagai akibat cara memandang yang berbeda dari ideologi. Sehingga adu argumentasi dari para pendebat yang berideologi/faham berbeda bagaimanapun tidak akan memperoleh kesamaan pendapat dan kesamaan persepsi tentang peri kehidupan.
ldeologi dalam konteks masa kini, di saat perubahan sedang berlangsung dengan cepat dan mendasar sebagai akibat dan pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta temuan-temuan spektakulerya, serta jika dikaitkan dengan orde reformasi, telah menempatkan kita pada suatu kompleksitas permasalahan yang klasik, fundamental, sekaligus aktual. Klasiknya ideologi, karena masalah ideologi sudah muncul semenjak tahun 1796 saat diintroduksikan pada masa Revolusi Perancis oleh filsuf A. Destutt de Tracy dengan memberi batasan sebagai. "Science of Ideas" atau ilmu pengetahuan tentang ide-ide (studi asal mula, perkembangan, dan sifat dari ide-ide), sebagaimana biasa, terhadap sesuatu yang baru selalu diikuti kontradiksi antara yang pro dan yang kontra. Sejak pada masa itu istilah ideologi dilingkungi oleh pemaknaan yang naif sebagai hasil fallacy penentangnya.
Ideologi telah dipersamakan dengan berbagai cara, gaya, atau buah fikiran paham totaliter, sehingga tidak disukai banyak kalangan hingga saat ini. Pencemaran nama baik dan ide benar dari ideologi ini dimulai sejak Napoleon Bonaparte yang mempergunakamya untuk menghina para intelektual liberal dari Institute de France. Banyak sosiolog mengkarakterisir ideologi sebagai bentuk propaganda politik pemerintah yang salah kaprah, terlalu muluk, dan mengada-ada, dan berkembang dengan berbagai tafsir beserta implikasinya yang tidak saja berbeda bahkan saling bertentangan. Fundamental karena setiap ideologi selalu menyentuh semua segi dan sendi kehidupan umat manusia sebagai pendukungnya secara mendasar.
Aktualnya ideologi karena dalam kehidupan umat manusia di akhir abad XX sekarang ini aspek-aspek ideologi selalu mewarnai setiap fenomena yang muncul dalam percaturan di bidang apapun dan di manapun. Jika dipelajari, dalam perbendaharaan sejarah filsafat, akan dijumpai sekian banyak deskripsi yang berbeda dan dengan arah serta makna yang berbeda pula. Masing-masing memberi kejelasan bahwa setiap konsep ideologi selalu bertolak dari suatu keyakinan filsafat tertentu, terutama keyakinan filsafat tentang apa, dan siapa manusia sebagai subjek pendukungnya, hak serta kewajiban dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan, dan bagaimana corak masyarakat yang harus diwujudkan. Pengejawantahannya tercermin dalam kehidupan praksis, baik di bidang spiritual, maupun di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya suatu masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.
Masalahnya memang menyangkut hal-hal untuk merealisasikannya yang abstrak dan idiil, namun apabila tersedia peluang yang tepat ideologi akan menjadi sangat konkrit. Karena itu membicarakan masalah ideologi tanpa meletakkannya pada konteks keyakinan filsafati yang menjadi dasarnya, maka hanya kulitnya saja yang akan kita sentuh. Keracunan dan distorsi pemikiranlah yang pada akhimya akan menjerumuskan kita pada penyempitan wawasan, terbatas pada dimensi fenomenalnya saja, sedemikian rupa sehingga sulit bagi kita untuk menangkap arti serta makna peristiwa-peristiwa yang hadir di hadapan kita pada zaman yang sedang dilanda arus globalisasi yang begitu deras.

SUMBER :
-Junarmi Stai
-VB Non regular
-KELOMPOK MAHASISWA PENELITI DAN PENGABDI MASYARAKAT (KMP2M)

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NAMA : MUJI RIYANTORO
NPM : 31109537
KELAS : 2DB21
DOSEN : RETMIARTI
KODE : PP000207
MAT KUL : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN #

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan jamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh Bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai–nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara.

Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai–nilai perjuangan Bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain itu nilai–nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta terbukti keandalannya. Tetapi nilai–nilai perjuangan itu kini telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh globalisasi.

Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga–lembaga kemasyarakatan internasional, negara–negara maju yang ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan global. Disamping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hingga membuat dunia menjadi transparan seolah–olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas negara.
Semangat perjuangan bangsa ynag merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik. Sedangkan dalam era globalisasi dan masa yang akan datang kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing–masing. Perjuangan non fisik ini memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NAMA : MUJI RIYANTORO
NPM : 31109537
KELAS : 2DB21
MAT KUL : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN #
DOSEN : RETMIARTI
KK : PP00O207

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

I. Pendahuluan
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
a) Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :
Ø Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
Ø Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
Ø Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa. Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
b) Fungsi-Fungsi Negara :
1)Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2)Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3)Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4)Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
II. Pengertian dan Konsep Pendidikan Kewarganegaraan
a) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari ilmu politik.
Beberapa definisi Pendidikan kewarganegaraan menurut para ahli :
Ø Azzumardi Azra : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan konstitusi lembaga-lembaga demokrasi rule of law, HAM, hak dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi.
Ø Zamroni : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis.”
Ø Merphin Panjaitan : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidkan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial.”
Ø Civitas Internasional : “Civic Education adalah pendidikan yang mencakup pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentang rule of law, HAM, penguatan ketrampilan partisipatif yang demokratis, pengembangan budaya demokratis dan perdamaian.”
Ø Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas : “Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan tertentu (secara khusus: Negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga Negara. Seseorang warga Negara berhak memiliki paspor dari Negara yang dianggotainya.” .
b) Konsep Pendidikan Kewarganegaraan
Konsep Pendidikan kewarganegaraan dalam sebagai citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status.
Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatun crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status perta¬ma, kedua, ketiga, dan keempat.
III. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam belanegara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar belanegara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
Standarisi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :
1. Nilai-nilai cinta tanah air;
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideology negara;
4. Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6. Kemampuan awal belanegara.
Berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup :
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara. untuk mengembangkan wawasan mahasiswa tentang makna pendidikan bela negara sebagai salah satu kewajiban warganegara sesuai dengan Pasal 30 UUD 1945. Kedua mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa, yang mulai tahun 2000 disebut sebagai Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian atau MKPK.
2. Tujuan Khusus
1) Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
2) Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional
3)Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
IV. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan
a) Pada Masa Orde Lama
Pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Pengalaman tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajekan dalam konseptualisasi civics, pendidikan kewargaan negara, dan pendidikan IPS. Hal itu tampak dalam penggunaan ketiga istilah itu secara bertukar-pakai. Selanjutnya, dalam Kurikulum tahun 1975 untuk semua jenjang persekolahan yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun 1976 dan kemudian disempurnakan pada tahun 1984, sebagai pengganti mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara mulai diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi dan pengalaman belajar mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau “Eka Prasetia Pancakarsa”.
Perubahan itu dilakukan untuk mewadahi missi pendidikan yang diamanatkan oleh Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 (Depdikbud:1975a, 1975b, 1975c). Mata pelajaran PMP ini bersifat wajib mulai dari kelas I SD s/d kelas III SMA/Sekolah Kejuruan dan keberadaannya terus dipertahankan dalam Kurikulum tahun 1984, yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan Kurikulum tahun 1975.
Di dalam Undang-Undang No 2/1989 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), yang antara lain Pasal 39, menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Sebagai implikasinya, dalam Kurikulum persekolahan tahun 1994 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang berisikan materi dan pengalaman belajar yang diorganisasikan secara spiral/artikulatif atas dasar butir-butir nilai yang secara konseptual terkandung dalam Pancasila.
Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata pelajaran Civics atau PKN atau PMP atau PPKn yang berkembang secara fluktuatif hampir empat dasawarsa (1962-1998) itu, menunjukkan indikator telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
b) Pada Masa Orde Baru
Krisis atau dislocation menurut pengertian Kuhn (1970) yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep seperti: civics tahun 1962 yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik; civics tahun 1968 sebagai unsur dari pendidikan kewargaan negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; PKN tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; PKN tahun 1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS; PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggan¬tikan PKN dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripati¬kan dari Pancasila dan P4.
Krisis operasional tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran serta secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajek diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.
Kini pada era reformasi pasca jatuhnya sistem politik Orde Baru yang diikuti dengan tumbuhnya komitmen baru kearah perwujudan cita-cita dan nilai demokra¬si konstitusional yang lebih murni, keberadaan dan jati diri mata pelajaran PPKn kembali dipertanyakan secara kritis. Dalam status kedua, yakni sebagai mata kuliah umum (MKU) pendidikan kewarganegaraan diwadahi oleh mata kuliah Pancasila dan Kewiraan.
Dalam status ketiga, yakni sebagai pendidikan disiplin ilmu (Somantri:1998), pendidikan kewarganegaraan merupakan program pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di LPTK (IKIP/ STKIP/ FKIP) Jurusan atau Program Studi Civics dan Hukum pada tahun 1960-an, atau Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMPKn) pada saat ini. Bila dikaji dengan cermat, rumpun mata kuliah pendidi¬kan kewarganegaraan dalam program pendidikan guru tersebut pada dasarnya merupakan program pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial bidang pendidikan kewarganegaraan. Secara konseptual pendidikan disiplin ilmu ini memusatkan perhatian pada program pendidikan disiplin ilmu politik, sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini berorientasi kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan.
Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi keguruan itu pusat perhatian riset dan pengembangan cender¬ung lebih terpusat pada profesionalisme guru. Sementara itu riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegar¬aan sebagai suatu sistem pengetahuan, belum banyak mendapat¬kan perhatian. Dalam status keempat, yakni sebagai crash program pendidikan politik bagi seluruh lapisan masyarakat, Penataran P-4 mulai dari Pola 25 jam sampai dengan Pola 100 jam untuk para Manggala yang telah berjalan hampir 20 tahun dengan Badan Pembina Pelaksanaan Pendidikan P-4 atau BP7 Pusat dan Propinsi sebagai pengelolanya, dapat dianggap sebagai suatu bentuk pendidikan kewarganegaraan yang bersifat non-formal.
Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi melalui gerakan reformasi baru-baru ini, dan juga dilandasi oleh berbagai kenyataan sudah begitu maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme selama masa Orde Baru, tidak dapat dielakkan tudingan pun sampai pada Penataran P-4 yang dianggap tidak banyak membawa dampak positif, baik terhadap tingkat kematangan berdemokrasi dari warganegara, maupun terhadap pertumbuhan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Sebagai implikasinya, sejalan dengan jiwa dan semangat Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tentang Pencabu¬tan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakar¬sa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, kini semua bentuk penataran P-4 telah dibekukan, dan pada tanggal 30 April 1999 BP7 secara resmi di likuidasi. Kini tumbuh kebutuhan baru untuk mencari bentuk pendidikan politik dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan yang lebih cocok untuk latar pendidikan non formal, yang diharapkan benar-benar dapat meningkatkan kedewasaan seluruh warganegara yang mampu berpikir, bersi¬kap, dan bertindak sesuai dengan cita-cita, nilai dan prinsip demokrasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia.
Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan adanya sistem pendidikan demokrasi untuk seluruh lapisan masyarakat, terasa menjadi sangat mendesak.Dalam status kelima, yakni sebagai suatu kerangka konseptual sistemik pendidikan kewarganegaraan terkesan masih belum solid karena memang riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegaraan belum berjalan secara institusional, sistematis dan sistemik.
V. Perbandingan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan
a) Pada Masa Orde Lama
Mata Pelajaran Kewargaan Negara telah mengalami revitalisasi dari masa ke masa. Pada orde lama dan perkembangannya, sebelum mata pelajaran pendidikan Kewargaan Negara, kita pernah mengenal Pendidikan Pancasiladan Kewarganegaraan (PPKn) pada kurikulum 1994, Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada kurikulum 1984, PKN pada kurikulum 1973.
Civics tahun 1962 yang tampil dalam bentukin doktrinasi politik; civics tahun 1968 sebagai unsure dari pendidikan kewargaannegara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; PKN tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; PKN tahun 1973 yang di identikkan dengan pengajaran IPS; PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasiladan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsepnilai yang di saripatikan dari Pancasila dan P4. Krisisoperasional tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep.
Landasan Hukum
1) UUD 1945, Alinea kedua dan keempat, Pasal 27 (1), Pasal 30 (1), Pasal 31 (1).
2) UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara RI (jo. UU No. 1 tahun 1988).
3) UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4) Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/kep./2000 tentang penyempurnaan kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) PKn pada PT di Indonesia.
b) Pada Masa Orde baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru
Menurut Azyumardi Azra (2001), setidaknya terdapat tiga faktor mengapa pendidikan kewarganegaraan nasional dalam beragam bentuknya mengalami kegagalan. Pertama, menyangkut substantif, PPKn, mata kuliah Pancasila dan Kewiraan tidak disiapkan sebagai materi pendidikan demokrasi dan kewargaan. Kedua, menyangkut strategi pembelajaran mata pelajaran dan kedua Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologis dan tidak partisipatif.
Ketiga, ketiga subjek tersebut lebih bersifat teoritis daripada praksis. Walhasil hasil pembelajaran ketiga model pendidika kewargaan produk Orde Baru itu lebih tepat dianalogikan dengan ungkapan klasik ”jauh panggang dari api” ; kurang menyentuh realitas yang berkembang di masyarakat lokal maupun internasional.
VI. Kesimpulan
Paradigma pendidikan kewarganegaraan yang kini ada kelihatannya masih belum sinergistik. Kerangka acuan teoritik yang menjadi titik tolak untuk merancang dan melaksanakan pendidikan kewarganegaraan dalam masing-masing statusnya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah, atau sebagai program pendidikan disiplin ilmu dan program guru, atau sebagai pendidikan politik untuk masyarakat mengesankan satu sama lain tidak saling mendukung secara komprehensif. Sebagai aki¬batnya, program pendidikan kewarganegaraan di sekolah, di lembaga pendidikan guru, dan di masyarakat terkesan belum sepenuhnya saling mendukung secara sistemik dan sinergistik.
Secara konseptual “Pendidikan Kewarganegaraan” atau citizenship education merupakan bidang kajian ilmiah pendidikan disiplin ilmu sosial yang bersifat “lintas-bidang keilmuan” dengan intinya ilmu politik, yang secara paradigmatik memiliki saling-keterpautan yang bersifat komplementatif dengan pendidikan ilmu sosial secara keseluruhan.Dalam hal ini, bahwa (a) social studies berpijak terutama pada konsep-konsep dan metode berpikir ilmu-ilmu sosial secara keseluruhan, sedang citizenship education berpijak terutama pada ilmu politik dan sejarah; (b) salah satu dimensi dari social studies adalah citizenship education (NCSS:1994, CICED:1998), khususnya dalam upaya pengembangan intelligent social actor (Banks:1977, NCSS:1994).Dalam konteks proses reformasi menuju Indonesia baru dengan konsepsi masyarakat madani sebagai tatanan ideal sosial-kulturalnya, maka pendidikan kewarganegaraan mengemban missi: sosio-pedagogis, sosio-kultural, dan substantif-akademis.
Perubahan demi perubahan yang dilakukan dari orde lama, orde baru bahkan reformasi berguling membawa wajah baru pada Pendidikan Kewarganegaraan dalam dunia pendidikan dan aplikasi social. Maka perlu pendalaman pemikiran dalam mengatasi dan memberikan solusi yang solutif di dalamnya. Bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja dalam upaya hal tersebut, melainkan individual dan social seluruh warga Negara juga bertanggung jawab memberikan sumbangan konstribusi positif.

SUMBER :
- CHAIRUL LUTFI
- Blog UIN MALIKI MALANG

Selasa, 09 November 2010

TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1#

Nama : MUJI RYANTORO
KELAS : 2DB21
NPM : 31109537
MATA KULIAH : SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1#
DOSEN : RINA NOVIANA
KD-MK : IT013245

TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1#

Penerapan Teknologi Informasi Pendidikan Dalam Masyarakat
PENDAHULUAN
Teknologi informasi (information technology) mulai berkembang pesat di diawal tahun 1980-an. Pesatnya perkembangan teknologi ini didukung oleh pesatnya perkembangan 11 prosesor (chip) yang berfungsi sebagai otak sebuah komputer pribadi (Personal Computer). Perkembangan teknologi hardware ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang software, meskipun perkembangannya jauh di belakang perkembangan hardware.
Pada mulanya, prosesor dan software dirancang untuk sebuah komputer pribadi yang berdiri sendiri (stand alone PC). Namun sejalan dengan perkembangannya, PC-PC tersebut akhirnya dapat diintegrasikan melalui suatu jaringan (network) secara fisik. Sehingga kita mengenal berbagai jenis jaringan yang mengintegrasikan beberapa buah PC. Contoh jaringan yang sering kita jumpai adalah Local Area Network (LAN), Wide Area Network (WAN), dan Internet.
Jaringan internet merupakan salah satu jenis jaringan yang popular dimanfaatkan, karena internet merupakan teknologi informasi yang mampu menghubungan komputer di seluruh dunia, sehingga memungkinkan informasi dari berbagai jenis dan bentuk informasi dapat dipakai secara bersama-sama. Saat ini telah banyak perusahaan swasta di Indonesia yang menyediakan jasa sambungan internet, misalnya IndoInternet, Radnet, D-Net, Idola, dan lain-lain.
Perusahan lain seperti PT Pos Indonesia yang juga menjadi penyedia jasa sambungan ke internet (Wasantara-Net) yang membuka cabang di setiap kota, yang kemudian menjadi pengembangan Nusantara 21. Nusantara 21 adalah jalan raya lintasan informasi yang menghubungkan seluruh kawasan nusantara dengan bandwidth yang sangat besar, sehingga memungkinkan pertukaran informasi dalam berbagai bentuk (teks, grafis, suara dan video) dapat terjadi dengan cepat.
IT atau Information Technology memberikan kontribusi yang luar biasa dalam hal penyebaran materi informasi ke seluruh belahan dunia. IT merupakan suatu alat Globalisator yang luar biasa, salah satu instrumen vital untuk memicu time-space compression (menyusutnya ruang dan waktu), karena kontaknya yang tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat massal dan melibatkan ribuan orang. Seseorang bisa terhubung ke dunia virtual global untuk bermain informasi dengan ribuan komputer penyedia informasi yang dibutuhkan, hanya dengan berada di depan komputer yang terhubung dengan internet.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sedemikian pesat tersebut menciptakan kultur baru bagi semua orang di seluruh dunia. Dunia pendidikan pun tak luput dari sentuhannya. Integrasi teknologi informasi ke dalam duina pendidikan telah menciptakan pengaruh besar. Mutu dan efisiensi pendidikan dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi.
Di tengah masalah dunia pendidikan Indonesia yang tak kunjung selesai, kehadiran teknologi informasi menjadi satu titik cerah yang diharapkan mampu memberi sumbangan berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. Saat ini mutu pendidikan Indonesia masih sangat rendah. Laporan tahunan Human development Index UNDP tahun 2004 menempatkan Indonesia pada posisi 111 dari 175 negara. Adapun hasil survai tentang kualitas pendidikan di Asia yang dilakukan oleh PERC (The Political and Economic Risk Country), Indonesia berada pada posisi 12 atau yang terendah (Suara karya, 18 desember 2004). Peringkat ini sepertinya tidak mengalami pergeseran jauh sekarang ini mengingat problematika pendidikan yang masih belum berubah.
Mengingat tofografi dan demografi penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan, maka kita sudah saatnya memikirkan sistem pendidikan yang dapat dijangkau oleh penduduk paling terpencil dan paling minim sumber dayanya. Dilihat dari upaya penerapan teknologi tersebut, sungguh banyak potensi yang dapat dijadikan modal dasar penerapan teknologi informasi dalam pendidikan masyarakat.
Ada beberapa alasan teknologi informasi dapat diterapkan dalam pendidikan masyarakat, di antaranya:
1. Masyarakat sudah banyak yang memiliki komputer sendiri.
Hal ini memungkinkan dikembangkannya Paket belajar Personal-Interaktif. Paket ini dilakukan dengan cara memanfaatkan software pendidikan seperti : Computer Assisted Instructional (CAI) atau Computer-Based Training (CBT). Pada pemanfaatan jenis ini, informasi atau materi ajar dikemas dalam suatu software (perangkat lunak). Peserta belajar dapat belajar dengan cara menjalankan program komputer atau perangkat lunak tersebut di komputer secara mandiri dan di lokasi masing-masing. Melalui paket program belajar ini peserta dapat melakukan simulasi atau juga umpan balik kepada peserta ajar tentang kemajuan belajarnya.
2. Negara Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang tersebar dalam wilayah yang sangat luas, serta dihuni oleh lebih dari 200 juta pendiuduk dengan distribusi secara tidak homogen. Kondisi ini memang disadari menjadi kendala ketika akan diterapkan sistem pendidikan konvensional (tatap muka). Maka teknologi informasi yang mungkin diterapkan untuk kondisi tersebut adalah melalui jaringan internet.
Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah sistem “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000). Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa sistem seperti:
(1) Paradigma virtual teacher resources
Paradigma yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh sistem belajar tersebut.
(2) Paradigma virtual school system
Paradigma yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja.
(3) Paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources system.
Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet.
Semua paradigma tersebut di atas dapat diintegrasikan ke dalam suatu sistem pendidikan jarak jauh (distance educational) dengan pemanfaatan teknologi internet. Salah satu bentuk pemanfatan teknologi internet pada pendidikan jarak jauh adalah pengajaran berbasis Web yang dikenal dengan istilah e-Learning. Melalui media ini proses belajar dapat dijalankan secara on line atau di-download. Untuk keperluan off line, peserta didik dapat mengakses sistem kapan saja dibutuhkan dan sesering mungkin (time independence), tidak terbatas pada jam belajar dan tidak tergantung pada tempat (place independence). Fungsi lain yang dapat digunakan untuk proses belajar tersebut melalui e-mail atau grup diskusi, yang dapat berinteraksi dan mengirimkan naskah secara elektronik. Pada perguruan tinggi, pemanfaatan teknologi informasi telah dibangun dalam suatu sistem yang disebut e-University (electronic university). Pengembangan e-University ini bertujuan mendukung penyelenggaraan pendidikan sehingga dapat menyediakan layanan informasi yang lebih baik kepada komunitasnya baik di dalam (internal) maupun diluar (eksternal) perguruan tinggi tersebut
3. Kesamaan mutu dalam memperolah materi
Paket belajar terdistribusi dikembangkan untuk kesamaan mutu dalam memperolah materi. Materi ajar dapat dikemas dalam bentuk Webpage, ataupun program belajar interaktif (CAI atau CBT). Materi belajar kemudian di tempatkan disebuah server yang tersambung ke internet sehingga dapat diambil oleh peserta ajar baik memakai Web-Browser ataupun File Transport Protocol (aplikasi pengiriman file).
Seiring perkembangan teknologi informasi di masyarakat, teknologi informasi sudah waktunya dimanfaatkan dalam pendidikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan model belajar berbasis teknologi informasi di masyarakat. Model ini dikelola oleh pihak-pihak terkait mulai dari pengembangan bahan ajar, distribusi materi ajar, hingga penggunaan materi ajar. Disamping itu standariasasi perlu dilakukan dalam memberi jaminan mutu.
Melalui pemanfaatkan teknologi informasi (Komputer), seolah-olah materi ajar dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Akses terhadap materi ajar sebenarnya dapat diatur bila dikehendaki karena tersedia fasilitas pengaman di mana hanya orang yang telah mendaftar saja yang bisa mengakses materi ajar tersebut.
Mengingat negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka negara perlu menyediakan materi ajar dengan mempekerjakan pakar yang mempunyai dedikasi tinggi untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Mahalanya biaya honor dan pembuatan materi ajar bukan masalah, karena dapat dijustifikasi, apabila materi ajar tersebut dapat dipakai oleh segenap anggota masyarakat di Indonesia.
Ada dua materi ajar yang dapat dikembangkan:
1. Materi untuk Tutor (pendamping warga belajar) paket A dan paket B, sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya seiring dengan perkembangan zaman.
2. Materi ajar yang akan dikonsumsi oleh warga belajar (masyarakat luas).
Materi ajar ini adalah materi ajar yang dapat memberdayakan masyarakat, seperti keterampilan praktis yang segera dapat diterapkan nyata. Sebagai contoh : untuk daerah wisata, materi ajarnya kiat menjajakan souvenir. Begitu pula untuk para nelayan di daerah pantai, untuk pengrajin, atau ibu rumah tangga dan profesi lainnya. Dengan demikian apabila telah terdapat materi ajar yang distribusinya dapat dilakukan dengan memanfaatkan jaringan komputer yang telah terapkan, maka mayarakat yang memerlukan materi ajar tersebut dapat dengan mudah mendapatkannya.
Persoalan mendasar berkenaan dengan model ajar ini adalah keterbatasan anggota masyarakat untuk mengopersikan komputer internet-nya dalam proses pengajaran. Oleh karena itu perlu ada aksi untuk menyiapkan masyarakat (ready for lerning), yaitu dengan cara melibatkan para penyuluh lapangan dari departemen terkait, mislanya penyuluh pertanian, penyuluh industri, aparat pemerintah setempat, dll. Mereka ini petugas yang telah terlatih dan mengetahui materi ajar yang tersedia dan cara akses atau mendapatkannya. Mereka bertanggungjawab membantu kelompok masyarakat termasuk mengkomunikasikan materi ajar yang tidak dipahami masyarakat sehingga dapat mempelajarinya dalam waktu tertentu.
Dalam kaitannya dengan perangkat lunak (software) komputer pendidikan, dan tidak bermaksud membatasi kreatifitas masing-masing, kita harus memikirkan standarisasi dari perangkat lunak (software) komputer pendidikan yang akan disajikan kepada masyarakat atau siswa di sekolah. Standarisasi ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu dan memberi jaminan mutu (quality assurance) outcome system pendidikan.
Saat ini telah banyak sekali sumber belajar yang berbasis komputer bahkan berbasis multimedia (buatan dalam dan luar negeri) baik yang berfungsi sebagai materi pokok, maupun sebagai materi pengayaan, namun penelitian tentang dampak dari penggunaan sumber belajar tersebut belum banyak dilakukan, terutama dalam hal kemungkinan adanya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh sumber belajar itu. Oleh karena itu, studi tentang pengembangan, uji coba dan standarisasi perangkat lunak komputer kependidikan harus segera dilakukan oleh departemen atau pihak yang berkepentingan dan kita semua.

SUMBER :
-PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT, http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd, diakses 06 April 2009, 12.45 WIB oleh Emny Harna Yossy.
¬- E-LEARNING SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN INDONESIA, http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd, diakses 06 April 2009,diakses 06 April 2009, 12.49 WIB, oleh Emny Harna Yossy.
*) Emny Harna Yossy adalah Peserta mata kuliah Pengajaran Berbantuan Komputer Fasilkom UI Semester Genap 2008/2009.
- Harry B. Santoso and Engineering Education.
- Tags: TI Pendidikan
Posted in Opini Mahasiswa.

Rabu, 03 November 2010

TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1#

Muji Ryantoro : 31109537
Nandi Alfandriya : 31109376
Cahyo susilo :
KD-MK : IT013245
DOSEN : RINA NOVIANA
KELAS : 2DB21
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1#
PENGEMBANGAN DAN PERANAN SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI
1.Perubahan Terminologi dan materi
Materi sistem teknologi informasi diawali dengan pemahaman konsep dasar tentang sistem itu sendiri dan kemudian diteruskan dengan pembahasan pembahasan teknologi yang digunakan. Jika mhs sudah memahami konsep dasar dari sistem dan teknologinya, maka pertanyaan yang akan muncul adalah untuk apa sistem teknologi informasi tersebut, sehingga bahasan selanjutnya adalah tentang aplikasinya, kemudian bagaimana mengembangkan sistem ini untuk diterapkan diorganisasi (adanya pengembangan sistem), Setelah sistem yang dikembangkan digunakan, sistem ini tidak dibiarkan saja, tetapi harus dikelola sehingga tetap mengenai sasarannya (Pengelolaan sistem)


Materi System Teknologi Informasi

A. Konsep Dasar : Pemahaman konsep sistem teknologi informasi dan komponen-komponennya akan sangat membantu didalam penerapan sistem-sistem teknologi informasi yang berbeda aplikasinya, misalnya sistem informasi akuntansi, maka sistem teknologi informasi tersebut diterapakan di kontek akuntansi, yaitu output yang dikeluarkan berupa informasi2 akuntansi dengan basisdata akuntansi dan input2 berupa data akuntansi.
B. Teknologi : yang digunakan adalah teknologi computer, teknologi komunukasi, dan teknologi apapun yang dapat memberi nilai tambah untuk organisasi.
C. Aplikasi Sistem Teknologi informasi : Sistem informasi akuntansi (SIAKU atau SIA), accounting Information System (AIS), Sistem informasi pemasaran (SIPEM), dll.
D. Pengembanagan sistem teknologi informasi : SDLC, atau EUC, Outsourcing.
E. Pengelolaan Sistem Teknologi Informasi: pengendalian atau control merupakan salah satu komponen sistem teknologi informasi yang penting sehingga perlu dikelola dengan baik. Kontrol yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan STI tidak dapat mencapai tujuannya, karena tidak menghasilkan output yang akurat.
• Peran Sistem Teknologi Informasi di Dalam Organisasi
1. Efisiensi : Pengolahan Transaksi (TPS) dan Process Control System (PCS)
2. Efektivitas : SIM, DSS, GIS, EIS ( Menyediakan informasi bagi para manager di organisasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan dng lebih efektif.
3. Komunikasi : Menerapkan OAS ( Office Automation Systems) yang mengintegrasikan pengguna system teknologi informasi termasuk oara manager secara elektronik, e-mail, chat
4. Kolaborasi : video conference, teleconference.
5. Kompetitif : Meningkatkan daya kompetisi, menggunakan SIS (Strategic Information Systems)

• Peran Organisasi STI
Menurut Rockart (1988), perkembangan peran organisasi STI di kelompokkan dalam 5 era, yaitu :
1. Era Akuntansi (1950 – 1960-an ) : focus aplikasinya adalah untuk aplikasi akuntansi seperti aplikasi penggajian, piutang dagang, kas dll. Metode pemasukkan datanya system Batch, yaitu input dikumpulkan untuk satu periode tertentu terlebih dahulu baru kemudian bersama-sama dimasukkan ke system teknologi informasi.
2. Era Operasional ( pertengahan 1960- 1970-an) : Aplikasi system teknologi informasi tdk hanya untuk akuntansi, tetapi untuk aplikasi operasi lainnya, pengendalian persediaan, dan penjadwalan produksi. Metode sudah mengarah ke on line, yaitu data ditangkap langsung dimasukkan ke system teknologi informasi, peran staff informasi masih sama, lebih banyak mengimplementasikan dan mengoperasikan aplikasi akuntansi dan operasionalnya.
3. Era Informasi ( akhir tahun 1970 –awal 1980) : aplikasi sudah digunakan sebagai informasi pengambilan keputusan oleh manajemen. Metode : system On line. Basis data relational sudah digunakan. Menggunakan Paket DBMS ( Data Base Management Systems). Perannya : Selain mengembangkan, mengimplementasikan dan mengoperasikan aplikasi-aplikasi STI, juga mendukung dan membantu pengembangan system oleh pemakai system (End user Computing)
4. Era jaringan ( Wired Society era) pertengahan tahun 1980-an, perusahan sudah dihubungkan dengan jaringan STI untuk keperluan keuntungan strategic. Misal : perusahan dijaring dengan pemasok-pemasoknya dan dengan pelanggan-pelanggannya dengan teknologi telekomunikasi.
5. Era jaringan global ( global wired society era) : pertengahan 1990-an, perusahaan sudah dihubungkan dengan jaringan STI secara global dengan teknologi telekomunikasi melalui internet.
• Peran Manajer STI
1. Menyelaraskan strategi bisnis dan STI secara dua arah.
2. menciptakan hubungan yang efektif dengan manajer lini.
3. Merencanakan, merancang dan mengimplementasikan system-sistem baru.
4. Membangun dan mengelola infrastruktur
5. Meningkatkan keahlian organisasi STI
6. Mengelola kerjasam dengan pemasok.
7. Membangun kinerja yang tinggi
8. Mendisain ulang dan mengelola organisasi STI
Teknologi Informasi di
Indonesia
Kasihan sekali melihat pebisnis komputer, yang istilah keren-nya
teknologi informasi di Indonesia, karena banyak masalah yang
muncul dan tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Dalam
keadaan populasi komputer yang sangat minim, dengan penambahan
komputer di Indonesia hanya sekitar satu juta unit per tahun, masalah
yang juga mengawal angka ini sangat memprihatinkan.
Target pasar 220 juta penduduk Indonesia seolah-olah hanya
mimpi di siang bolong, karena yang betul-betul punya potensi untuk
memanfaatkan teknologi informasi atau komputer tidak lebih
dari 10% saja. Itupun semua berkerumun di kota besar. Katakan ada
22 juta penduduk yang memanfaatkan komputer dan teknologinya,
kemungkinan sebagian besar pemakainya berada di sepuluh kota
besar Indonesia.
Dalam keadaan yang serba sulit ini, pebisnis komputer melakukan
akrobat yang cukup meyakinkan, terlihat dari banyaknya inovasi
yang ada di masyarakat dalam rangka
meningkatkan penggunaan komputer
dan teknologi informasi di Indonesia.
Dimulai di akhir tahun delapan puluhan,
pada saat ada ide untuk menyewakan
komputer. Banyak masyarakat
terutama mahasiswa yang tidak mampu
membeli komputer, tetapi sangat membutuhkan
komputer sebagai alat bantu
belajarnya. Serentak bermunculan tempat penyewaan komputer, sehingga
harga sewa yang awalnya Rp10.000,- per jam, melorot sampai
Rp500,- per jam pada saat ini.
Ide menyewakan komputer yang mirip dengan menjual rokok
ketengan karena pembelinya tidak mampu membeli sebungkus rokok,
kembali diaktifkan pada tahun 1996. Yaitu dengan membuat
penyewaan komputer plus akses Internet, yang dikenal dengan nama
warung Internet atau warnet. Dalam bahasa Inggrisnya disebut
Internet Kiosk atau Internet Cafe.
Warnet punya peran yang signifi kan dalam pengembangan komunitas
pemakai komputer dan Internet di Indonesia, termasuk
memperbesar pangsa kepemilikan komputer. Banyak pelanggan
warnet yang akhirnya membeli komputer di rumahnya, karena sudah
menjadi kebutuhan dalam pekerjaannya.
Sayangnya, kesuksesan warnet dibarengi dengan berbagai masalah
yang cukup menyakitkan. Dimulai dengan boom Internet yang
Sayangnya, kesuksesan
warnet dibarengi dengan
berbagai masalah yang
cukup menyakitkan.
mulai menyurut di awal tahun 2000, karena banyaknya pelanggan
yang hanya duduk di warnet untuk waktu yang singkat. Kemudian
adanya kenyataan bahwa warnet dijadikan sarang untuk melakukan
kejahatan, seperti pembobolan kartu kredit, konsolidasi melakukan
teror, sampai perbuatan cabul di ruang-ruang warnet yang dirancang
dengan tempat tertutup.
Di pertengahan tahun 2005 ini, semua pebisnis komputer dikejutkan
dengan diberlakukannya Undang-Undang Hak Cipta secara
ketat. Dimulai dengan penggerebekan di warnet, teguran melalui surat
ke kantor-kantor besar, sampai akhirnya melibatkan kepolisian
untuk membenahi semuanya.
Sebetulnya, semua yang dilakukan pemerintah melalui Polri ini sah
menurut hukum, hanya semua gerakan yang dilakukan seperti nya akan
memperlambat kemajuan penguasaan teknologi informasi di Indonesia.
Kita harus menerima kenyataan bahwa peringkat pemanfaatan
teknologi informasi Indonesia melorot
ke bawah dan posisinya di gantikan oleh
Vietnam yang baru merdeka.
Dengan peningkatan penguasaan
tek nologi informasi yang sangat kecil,
ditambah dengan kesulitan ekonomi
yang tidak kunjung reda, sepertinya
masyarakat Indonesia akan semakin
tertinggal dengan negara-negara tetangganya.
Apalagi kurs US Dolar yang menembus angka sepuluh ribu,
sehingga menggagalkan pembeli komputer. Sangat terenyuh melihat
penjualan komputer di sentra-sentra komputer Jakarta, seperti
Mangga Dua Mal, Ratu Plaza, dan Ambassador, yang menggunakan
uang Dolar Amerika sebagai alat bayarnya. Sialnya lagi, semua transaksi
kontan ini mengharuskan kita memberikan uang Dolar yang
mulus dari lipatan dan tampilan buruk uang Dolar tersebut.
Departemen Kominfo yang sudah diberi wewenang untuk mengatur
perkembangan teknologi informasi di Indonesia, sepertinya
bingung melihat semua kondisi yang ada. Sehingga hanya melakukan
hal-hal yang sifatnya urgent dan tidak mampu memikirkan bagaimana
mengatasi atau minimal membantu mengurangi semua masalah
yang muncul. Komunitas pun bingung kalau ditanya, apa yang
dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemakaian
teknologi informasi ini, karena permintaannya terlalu banyak dan
kemungkinan bukan hanya berada di tangan Depkominfo saja.
www.infolinux.web.id
Mengenal Sistem Teknologi
Informasi
Dindin Nugraha
dinesea@lycos.com
Istilah TI ( Teknologi Informasi ) atau IT ( Information Technology ) yang populer saat ini adalah bagian dari
mata rantai panjang dari perkembangan istilah dalam dunia SI ( Sistem Informasi ) atau IS ( Information
System ). Istilah TI memang lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan maupun
mengolah informasi, namun pada dasarnya masih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri. TI
memang secara nota bene lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada
teknologi komputer yang tengah terus berkembang pesat.
Sebuah Sistem TI atau selanjutnya akan disebut STI, pada dasarnya dibangun di atas lima tingkatan dalam
sebuah piramida STI. Berurutan dari dasar adalah : konsep dasar, teknologi, aplikasi, pengembangan dan
pengelolaan.
Lisensi Dokumen:
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan
secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus
atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap
dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin
terlebih dahulu dari IlmuKomputer.Com.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
2
Pengantar STI
1. Konsep Dasar
Konsep memberikan pemahaman yang penting dan menyeluruh dari sebuah STI yang tengah dibangun.
Setidaknya ada 4 (empat) konsep dasar dari sebuah STI yang harus dipahami secara umum.
1. Konsep tentang sistem yang tengah berlangsung atau berlaku. Ini penting karena STI itu sendiri
adalah sebuah sistem dan merupakan bagian dari sistem pula, misalnya dalam sebuah perusahaan.
2. Konsep tentang informasi. Informasi tentu saja adalah produk yang diharapkan dapat dihasilkan dari
sebuah STI dan informasi adalah sebuah fokus yang harus mendapatkan pemahaman serius secara umum
dan merata. Sudah menjadi sebuah permasalahan yang sering kali muncul manakala sering kali didapati
sebuah kenyataan bahwa terkadang sebuah STI tidak selalu menghasilkan informasi, bahwa banyak dari
STI dapat dinilai gagal karena ternyata bukan informasi yang dihasilkan, meskipun didukung teknologi
yang cukup memadai.
3. Konsep yang menyangkut komponen-komponen pembentuk STI itu sendiri. Pemahaman akan hal
tersebut akan berguna saat proses penerapan STI dengan aplikasi – aplikasi berbeda sambil tetap
mempertahankan STI tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Aplikasi STI untuk Bagian Penjualan
sudah tentu akan berbeda dengan aplikasi yang digunakan di Bagian Keuangan dan pasti berbeda dengan
yang diterapkan di Bagian Personalia, namun ketiganya merupakan bagian dari sebuah STI yang lebih
luas dan besar dan dibangun atas dasar yang sama. Konteks penerapannyalah yang membuat ketiganya
memiliki perbedaan.
4. Konsep tentang pemanfaatan informasi yang dihasilkan dari STI yang dikembangkan. Dengan
memahami tipe-tipe/jenis-jenis pemanfaatan informasi, maka dapat diketahui karakteristik/macam ragam
informasi yang relevan untuk dihasilkan oleh sebuah STI.
2. Teknologi
Di atas konsep dasar dapat ditentukan teknologi yang akan digunakan dalam STI yang akan dikembangkan.
Dapat berupa teknologi komputer, telekomunikasi atau teknologi apapun yang dapat memberi nilai tambah
dalam proses STI
3. Aplikasi
Pengaplikasian dari STI dapat diterapkan dengan berbagai cara. Bisa diterapkan mengikuti fungsi-fungsi
organisasi atau tingkatan manajemen dimana STI tersebut akan diaplikasikan. Beberapa contoh STI yang
diaplikasikan mengikuti fungsi-fungsi organisasi yang ada misalnya, MIS (Marketing Information System) untuk
Bagian Penjualan, HRIS (Human Resources Information System) untuk Bagian Personalia, atau FIS (Financial
Information System) untuk Bagian Keuangan. Sedangkan beberapa contoh STI yang diaplikasikan mengikuti
fungsi-fungsi manajemen yang ada misalnya, TP (Transaction Processing) dan PCS (Process Control System)
untuk manajemen level bawah, DSS (Decision Support System) atau sistem penunjang keputusan, ES (Expert
System) atau sistem pakar, kemudian ada EIS (Executive Information System) untuk manajemen tingkat
menengah dan atas.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
3
4. Pengembangan
STI dapat dikembangkan melalui beberapa cara. Antara lain :
1. SDLC ( System Development Life Cycle ), yang menempuh tahapan analisis, desain, implementasi dan
perawatan dalam siklus hidupnya.
2. Metode Paket (Package), yang merupakan pembelian modul dalam bentuk paket STI.
3. Prototype, mengandalkan pengembangan paket kecil secara terus-menerus selama digunakan sampai
prototype tersebut memiliki bentuk jadi yang diinginkan.
4. EUC (End User Computing) yang dikembangkan para praktisi dari dalam/insourcing.
5. Outsourcing, yang merupakan STI yang dikembangkan dan dioperasikan oleh pihak ketiga/vendor.
5. Pengelolaan
Tahap paling tinggi dari pengembangan STI adalah pengelolaan STI itu sendiri yang telah beroperasi. Ada 2
(dua) isu penting tentang pengelolaan STI.
1. Pertama, pengendalian dan kontrol terhadap STI itu sendiri. Kontrol yang tidak dikelola dengan baik
akan menyebabkan STI tidak dapat mencapai tujuannya. Informasi yang diinginkan dari STI mungkin
bisa menjadi tidak akurat. Kontrol dan pengendalian di sini termasuk di dalamnya isu-isu seputar
kemanan STI.
2. Kedua, etika dan politik informasi yang juga harus diberikan perhatian yang cukup. Pengelolaan di
bidang ini yang dilakukan dengan tidak tepat mungkin akan menurunkan kinerja. Demikian juga dengan
pengelolaan politik informasi. Banyak STI yang secara teknis bagus, tetapi mengalami kegagalan dalam
penerapannya karena adanya politik informasi yang menggagalkan STI tersebut. Salah satu diantaranya
adalah adanya resistance to change atau keengganan berubah karena STI yang diterapkan ini akan
menurunkan kekuasaan atau kesempatan seseorang yang menyebabkan yang bersangkutan enggan
menerima STI yang ada.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
4
Informasi dalam STI
Dalam sistem teknologi informasi, selanjutnya disebut STI, serumit apa pun atau sesederhana apa pun
pengembangannya, terdapat satu inti dan tujuan, yaitu menghasilkan informasi itu sendiri. Sesederhana apa pun
STI yang dikembangkan, jika bisa menghasilkan informasi yang diharapkan, maka pengembangannya bisa
dikatakan berhasil. Namun di lain pihak, secanggih apa pun STI yang dikembangkan, jika tidak dapat
menghasilkan informasi yang diharapkan, maka pengembangan STI yang canggih tersebut dikatakan gagal.
Kata ‘informasi’ telah menjadi urat nadi pengembangan STI. Lalu, apakah informasi itu sendiri ? Telah
disepakati secara umum, informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para
pemakainya. Dalam mencermati kalimat tersebut perlu diperhatikan bahwa data yang diolah menjadi bentuk
yang berguna, tidak hanya sekedar memiliki arti. Katakanlah, misalnya informasi “1,3 meter”, 1,3 meter jelas
memiliki arti sebagai satu koma tiga satuan panjang yang bernama “meter”, namun tidak begitu berguna bagi
orang yang menginginkannya dalam satuan “centimeter”. Dengan demikian “1,3 meter” tersebut harus diolah
kembali agar menjadi berguna bagi orang yang memerlukannya. Misalnya dengan menyodorkan pada orang
tersebut konversi satuan meter ke centimeter, bahwa “1 meter” adalah sama dengan “100 centimeter” sehingga
kita bisa memberikan kepadanya angka “130 centimeter”. Informasi tersebut kini menjadi berguna bagi orang
yang menginginkan informasi dalam satuan “centimeter”.
Di dalam STI, sebuah informasi dapat dikatakan berguna apabila ditopang oleh tiga hal :
1. Tepat pada kebutuhannya atau relevan
2. Tepat pada waktunya atau timelines
3. Tepat nilainya atau accurate
Dalam STI, informasi yang tidak didukung oleh ketiga hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai informasi yang
berguna, tetapi dapat dikatakan sebagai informasi sampah atau garbage. Kelak anggapan tersebut memunculkan
hukum Gi = Go (Garbage in = Garbage out / Sampah yang masuk = Sampah yang keluar).
Dalam perkembangannya, informasi di dunia STI banyak dipengaruhi oleh keterlibatannya dalam dunia
organisasi bisnis yang memang merupakan konsumen terbesar dari pengembangan STI. Hal tersebut
mengakibatkan informasi dalam STI secara umum disebutkan memiliki 3 (tiga) tipe (Jogiyanto HM) sebagai
berikut :
1. Informasi Pengumpulan Data (Scorekeeping Information)
Merupakan informasi yang mengambil bentuk berupa akumulasi atau pengumpulan data untuk
menjawab pertanyaan, “ Am I doing well or badly ?” “Apakah saya sudah mengerjakannya dengan baik
atau belum ?”. Dalam sebuah organisasi bisnis atau perusahaan, informasi ini berguna bagi manajer
tingkat bawah untuk mengevaluasi kinerja personel-personelnya.
2. Informasi Pengarah Perhatian (Attention Directing Information)
Merupakan informasi untuk membantu memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang
menyimpang, ketidakberesan, ketidakefesienan dan kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan
informasi tersebut untuk menjawab pertanyaan, “What problem should I look into ?” “Permasalahan
apakah yang seharusnya saya cermati ?” Dalam sebuah organisasi bisnis atau perusahaan, informasi tipe
ini akan membantu manajemen menengah untuk melihat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Penyimpangan disini bisa berupa over budget biaya, target penjualan yang tidak tercapai, pendapatan
perusahaan yang menurun, biaya produksi yang meningkat diluar perkiraan atau lainnya. Yang
merupakan perbedaan dari apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dalam kenyataan, das sein vs
das sollen.
3. Informasi Pemecahan Masalah (Problem Solving Information)
Merupakan informasi yang membantu pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
5
tengah dihadapi. Informasi ini untuk menjawab pertanyaan “ Of the several ways of doing the job,
which is the best ?” Problem solving biasanya dihubungkan dengan keputusan-keputusan yang tidak
berulang-ulang serta situasi yang membutuhkan analisis yang dilakukan oleh manajemen tingkat atas.
Masih bersentuhan dengan pengembangan STI dalam sebuah organisasi yang bergerak di bidang bisnis
khususnya, informasi mengambil beberapa karakteristik. Karakteristik yang berbeda tersebut biasanya
disebabkan pembagian tingkat manajemen yang diberlakukan dalam sebuah organisasi bisnis. Setiap level
manajemen memiliki perbedaan fungsi dan fokus kerja sehingga membutuhkan informasi yang relevan pula.
Karena itulah sebenarnya, informasi mengikuti karakteristik dari tiap level manajemen yang ada. Beberapa
karakteristik yang bisa disebutkan antara lain :
1. Kepadatan Informasi
Manajemen tingkat bawah biasanya memerlukan informasi yang berkarakter mendetail dan terperinci
atau dengan kata lain, kurang padat. Hal tersebut terjadi karena manajemen level bawah lebih banyak
berkecimpung dengan tugas pengendalian operasi langsung. Sedangkan untuk manajemen yang lebih
tinggi, biasanya informasi makin tersaring, lebih ringkas dan semakin padat.
2. Frekuensi Informasi
Frekuensi informasi yang diterima manajemen yang berbeda akan berbeda pula. Untuk manajemen
tingkat bawah biasanya lebih cenderung rutin karena berkaitan dengan tugas dan pekerjaan yang rutin
pula serta berulang-ulang. Semakin tinggi level manajemen, informasi yang dibutuhkan akan semakin
tidak rutin dan seringkali ad hoc atau mendadak karena manajemen yang makin tinggi seringkali
dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tidak terstruktur dimana pola dan waktunya tidak pasti.
3. Jadwal Informasi
Masih berkaitan dengan frekuensi. Karakter informasi yang disajikan secara periodik dan jadwal yang
jelas biasanya dikonsumsi oleh manajemen tingkat bawah. Sedangkan manajemen yang lebih tinggi
biasanya tidak terjadwal.
4. Periode Informasi Tersebut Dibutuhkan
Manajemen tingkat bawah lebih membutuhkan informasi historis untuk mengevaluasi tugas-tugas rutin
yang sudah terjadi. Sedangkan karakter informasi yang dibutuhkan oleh manajemen yang lebih tinggi
cenderung informasi prediksi yang menyangkut nilai masa depan.
5. Akses Informasi
Informasi historis, rutin/periodik, berulang-ulang dapat diakses secara offline. Sajian offline ini
ditujukan untuk manajmen tingkat bawah. Sebaliknya, untuk manajmen tingkat atas yang memerlukan
informasi kapanpun diperlukan akses informasi secara online.
6. Luas Informasi
Terfokus pada masalah tertentu digunakan oleh manajmen tingkat bawah yang memang mempunyai
tugas yang khusus. Sedangkan untuk manajemen tingkat atas membutuhkan informasi yang semakin
luas karena manajemen tingkat atas berhubungan dengan permasalahan yang lebih luas.
7. Sumber Informasi
Manajemen tingkat bawah biasanya lebih terfokus pada pengendalian operasi internal perusahaan,
maka manajemen tingkat ini memerlukan informasi yang bersumber pada internal perusahaan itu sendiri.
Sedangkan untuk menejemen tingkat atas yang berorientasi pada strategi dan perencanaan di masa yang
akan datang , selain informasi internal, diperlukan juga informasi yang bersumber dari eksternal
perusahaan itu sendiri.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
6
STI di Persimpangan Jalan
Sudah bukan rahasia lagi jika pengembangan Sistem Teknologi Informasi (STI) memakan biaya yang tidak
sedikit, apalagi jika yang dikejar adalah kualitas terbaik. Slogan ‘Harga Tidak Pernah Bohong’ pun sudah jadi hal
yang wajar dalam pengembangan STI. Namun, apa boleh buat ? Pengembangan STI pun tetap dipaksakan untuk
bergulir meskipun para pemainnya masih terkesan ‘malu-malu’ dan ‘setengah-setengah’ dalam menerjunkan
dirinya ke tengah pertarungan di abad baru informasi yang dimotori oleh keajaiban teknologi ini.
Banyak hal yang menyebabkan hal demikian tersebut di atas. Memiliki STI yang tengah dikembangkan sudah
pasti memberikan prestise sendiri bagi pelakunya. STI juga tengah menjadi salah satu ikon kecanggihan dan
bonafiditas sebuah organisasi bisnis yang mengembangkannya. STI pun ditahbiskan sebagai simbol modernitas
saat ini. Dibalik semua itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk prestise, ikon kecanggihan serta simbol
modrenisasi jelas tidak sedikit. Belum lagi implementasi yang tidak berujung-pangkal dengan jelas pun masih
terus membayangi pengembangan STI di sebuah organisasi bisnis yang disebabkan adanya hambatan yang
dihadapi saat pengimplementasian yang muncul dari dalam organisasi itu sendiri, dan juga tidak dapat
dipandang sebelah mata. Di satu sisi sebuah organisasi bisnis mendambakan prestise, ikon kecanggihan dan
simbol modernitas sementara di sisi lain pada saat yang sama dihadapkan pada biaya yang melangit dan
implementasi yang bakal tersendat-sendat. Setidaknya, seperti itulah gambaran umum yang bisa diambil saat ini
dalam mengembangkan STI. STI setidaknya baru mencapai tahapan lipstik atau asesoris dari sebuah organisasi
bisnis. Dengan kata lain, pemaksimalan pengembangan STI belum mencapai tahapan yang memang menjadi
sebuah motor penggerak bisnis disebuah organisasi bisnis, katakanlah baru sekian persen yang sedikit dari semua
pemain yang berkecimpung mengembangkan STI untuk kepentingan organisasi bisnis mereka. Lalu, apakah ada
fungsi yang bisa diberdayakan dari STI itu sendiri untuk kepentingan organisasi bisnis ?
Menyambung pertanyaan di atas, ada beberapa pertanyaan yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Bagaimana dengan faktor persaingan / kompetisi bisnis ? Apakah STI bisa menjadi salah satu faktor
dalam menentukan daya saing misalnya.
Jika mengikuti model Porter (1985), persaingan dibangun atas 5 (lima) ancaman bagi sebuah organisasi bisnis,
yaitu :
1. Pesaing yang sudah ada (rivalry among existing competitor)
2. Ancaman pesaing baru (threat of new entrants)
3. Ancaman produk subtitusi/pengganti (threat of subtitute product and service)
4. Kekuatan tawar-menawar dari pelanggan (bargaining power of consumers)
5. Kekuatan tawar-menawar dari pemasok (bargaining power of suppliers)
Ancaman-ancaman tersebut sebetulnya sebuah kesempatan (oportunity) yang menguntungkan apabila sebuah
organisasi bisnis mampu mengatasi hubungan dengan pelanggan, pemasok, produk dan jasa subtitusi, calon
pesaing baru dan pesaing lama. Lalu, menyambung pertanyaan-pertanyaa sebelumnya,
“Apakah STI bisa berperan di bidang tersebut ? “
Tiga serangkai Applegate, Mc Farlan dan Mc Kenny (1996) menjawab pertanyaan tersebut di atas dengan
mengajukan 5 (lima) pertanyaan berikut ini :
1. Dapatkah STI merubah dasar persaingan ?
Pertanyaan ini diajukan untuk menjawab ancaman dari pesaing-pesaing yang sudah ada. STI harus bisa
berperan merubah dasar cara bersaing. Contoh terbaik adalah penjualan buku lewat internet yang
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
7
dilakukan oleh www.amazon.com yang revolusioner. Dan ketika perusahaan sejenis mulai bermunculan,
amazon.com segera merubah taktik dengan menjalin kerjasama dengan situs-situs terkemuka di dunia
dengan menempelkan bannernya dan perkembangan yang terjadi kemudian justru kini banya situs yang
mendaftarkan diri ke amazon.com sebagai link dari amazon.com dengan pembagian keuntungan yang
layak.
2. Dapatkah STI membangun halangan-halangan untuk masuk bagi pesaing ?
Untuk mengatasi ancaman pesaing-pesaing baru, perusahaan dapat melakukannya dengan membangun
halangan-halangan untuk masuk sebagai mekanisme pertahanan diri. Ada banyak cara untuk melakukan
hal tersebut. Membuat produk skala ekonomis, membuat biaya berpindah, menguasai akses ke chanel
distribusi, membuat produk atau jasa yang berbeda atau menciptakan biaya yang mahal untuk kompetisi.
Dalam bidang ini, STI disebut sebagai pemampu (enabler) karena memang potensial untuk
menciptakan hal tersebut..
3. Dapatkah STI digunakan untuk menghasilkan produk-produk baru ?
Pertanyaan ini diajukan untuk menjawab ancaman dari produk-produk baru yang biasanya dimotori oleh
bidang Research and Development yang didukung oleh STI yang canggih.
4. Dapatkah STI membangun biaya berpindah ?
Pertanyaan ini berhubungan dengan kekuatan tawar-menawar dari para konsumen atau pelanggan.
Sudah diakui oleh kalangan bisnis jika para pelanggan memiliki kekuatan tawar-menawar. Untuk
menjadikan pelanggan tetap setia dan loyal, kekuatan tawar-menawar pelanggan tersebut harus
dikurangi. Pelanggan harus dikunci untuk tetap setia dan loyal. Cara yang paling efektif untuk mengunci
pelanggan agar tetap loyal adalah dengan menimbulkan swiching costs/biaya berpindah. Contoh terbaik
adalah dari perusahaan McKesson corp, sebuah perusahaan obat. McKesson memberikan
terminal-terminal kepada para pelanggannya, toko-toko obat dan apotik yang digunakan untuk
pemesanan obat secara online. Pelanggan McKesson mempunyai 2 (dua) alternatif, memesan obat pada
McKesson dengan beberapa keuntungan dengan menghemat beberapa macam biaya seperti biaya
kesalahan, biaya finansial, biaya waktu dan biaya kenyamanan. Atau memesan ke supplier obat lainnya
dengan mengeluarkan biaya pulsa telepon, biaya kertas facs, resiko kekeliruan dalam pemesanan dan
kekurang nyamanan dalam melakukan pemesanan.
5. Dapatkah STI merubah keseimbangan kekuatan dari hubungan dengan pemasok ?
Pertanyaan ini adlah untuk menjawab ancaman kekuatan tawar-menawar dengan pemasok/supplier.
Pemasok mempunyai kekuatan tawar-menawar untuk menentukan harga barang dan waktu pengiriman
barang terutama untuk barang yang langka atau cepat terserap habis di pasaran atau barang-barang yang
memiliki permintaan yang tinggi dari konsumennya. Kekuatan pemasok tersebut bisa diimbangi dengan
cara menimbulkan persaingan antar pemasok dan memilih pemasok yang terbaik. Salah satu contohnya
adalah ritel WalMart dan Macro (Indonesia). Perusahaan tersebut meminta pemasoknya untuk
mengontrol sendiri inventorinya masing-masing dan mengecek faktur pengiriman dan tagihan-tagihan
pemasok itu sendiri via web/internet maupun saling menghubungkan STI dengan para pemasoknya.
Dengan cara ini, Wal Mart dan Macro dapat menghemat biaya persediaan barang dan biaya-biaya
administrasi lainnya dan meningkatkan akurasi data serta efesiensi kerja serta memilih pemasok yang
terbaik untuk memasarkan produk-produk sejenis.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sudah pasti mempunyai nilai strategis dan kesempatan-kesempatan
strategis dalam memanfaatkan STI semaksimal mungkin untuk kepentingan sebuah organisasi bisnis. Lalu, apa
yang harus dilakukan untuk tidak membuang nilai dan kesempatan strategis tersebut agar tidak terbuang
percuma ?
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
8
Porter dan Millar (1986) mengajukan 5 (lima) tahapan yang bisa diambil untuk menjangkau nilai dan
kesempatan strategis tersebut :
1. Menilai Intensitas Informasi
Porter dan Millar mengusulkan untuk mengecek setiap kegiatan di rantai nilai organisasi untuk melihat
intensitas kebutuhan informasinya. Kegiatan yang mengandung intensitas informasi yang tinggi akan
semakin bernilai strategis dan mempunyai kesempatan mendapatkan keunggulan strategis.
2. Menentukan Peran STI di Struktur Organisasi
Peran STI untuk menambah nilai perlu diidentifikasi dan ditentukan secara jelas. Apakah untuk
meningkatkan respon bagi pelanggan, penyedia informasi strategis atau lainnya.
3. Menentukan Pioritas Apa yang Bisa Dilakukan STI
Mengidentifikasi dan merangking (berdasarkan prioritas/fokus) cara-cara yang dapat dilakukan STI
untuk membuat keuntungan strategis.
4. Meneliti Kemungkinan STI dalam mengembangkan bisnis baru
5. Membuat Rencana untuk Mengambil Keuntungan dari STI
STI harus direncanakan pararel dengan perencanaan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dari STI
yang dikembangkan.
Sementara itu, melengkapi model Porter dan Millar dalam memposisikan STI untuk menjangkau nilai dan
kesempatan strategis, model Peter G. Keen yang dikenal dengan nama Keen’s reach and range memberikan
framework berdasarkan 2 (dua) faktor :
1. Jangkauan ( Reach )
Jangkauan menunjukkan letak dari STI , apakah terletak di dalam (internal) ataukan sudah di luar
(eksternal), inside organisasi ataukan outside organisasi.
2. Lingkupan ( Range )
Lingkupan menunjukkan luas dari aplikasinya.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
9
Jangkauan / Reach
Siapapun, dimanapun E
kapanpun
Pihak Luar dgn STI
platform berbeda
Pihak Luar dgn STI D
platform sama
Outside / Eksternal
Inside / Internal
Akses dalam organisasi C
lokasi global
Akses dalam organisasi B
lokasi domestik
Dalam satu lokasi A
Lingkupan / Range
Gambar 1 : Keen’s Reach and Range
Pada awalnya, sebuah perusahaan yang pertama kali menerapkan pengembangan STI, jangkauannya masih
berada di internal perusahaan dengan lingkup aplikasi yang masih sedikit yang digambarkan dengan titik “A”,
namun selanjutnya akan semakin berkembang dengan posisi STI di titik “B” dan seterusnya.
Menarik untuk menyertakan sebuah perjalanan supllies rumah sakit dari Amerika, American Hospital Supply
Company (AHSC) dalam meraih nilai dan kesempatan strategis dalam Model Poter dan Millar dalam ruang
lingkup Keen’s Reach and Range.
1. STI mulai diterapkan AHSC sejak tahun 1950 dan sampai dengan awal 1960 STI yang digunakan masih
berorientasi pada operasi internal dan managemen kontrol.
2. Tahun 1964 STI AHSC mulai ditarik keluar untuk membantu rumah-rumah sakit lokal dalam
mengendalikan persediaan barangnya dengan menggunakan teknik EDI ( Electronic Data Interchange)
yang paling awal dan sederhana. Menggunakan kartu plong dan unit card reader yang kemudian
meneruskan pesanan barang ke AHSC melalui jaringan telepon. Dampak positifnya, order barang
semakin akurat, waktu pengiriman barang menurun dan persediaan barang yang mengendap di rumah
sakit juga menurun. Sistem ini kemudian disebut ASAP (As Soon As Posible).
3. Dengan munculnya komputer personal, ASAP ditingkatkan. Kartu-kartu plong mulai ditinggalkan dan
mulai beralih pada komputer micro serta mainframe yang terhubung secara online dari AHSC dengan
rumah sakit yang menjadi langganannya. Pada tahap ini pula, diimplemntasikan VIP, sebuah STI yang
menghubungkan AHSC dengan para pemasoknya. Hasil kombinasi dari ASAP dan VIP ini adalah
peningkatan produktifitas pengolahan order sebesar US$ 11 Juta dengan peningkatan pendapatan untuk
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
10
AHSC sebesar US$ 4-5 juta.
4. Tahun 1985, AHSC kemudian dibeli oleh Baxter Travenol yang kemudian bekerja sama dengan
General Electric Information Service (GEIS) membuat ASAP generasi baru yang diberi nama ASAP
Express. Sistem ini mengintegrasikan VIA dan ASAP untuk membuat jaringan elektronik untuk
supplies rumah sakit yang difasilitasi GEIS.
5. Tahun 1994, Baxter Travenol meninggalkan ASAP dan mulai bekerja sama dengan Bergen Burnsweig
(distributor farmasi), Boise Cascade (distributor produk-produk kantor), Eastman Kodak (pemasok
sistem gambar/image) dan TSI International (pemasok perangkat lunak dan EDI) untuk membuat
sistem dengan nama OnCall. Sistem ini menyediakan hubungan langsung ke masing-masing pihak
melalui e-commerce.
STI memang berada di simpang jalan antara fungsinya sebagai asesoris dan sekedar lipstik dengan STI sebagai
kekuatan yang sangat besar dalam mengembangkan usaha dari sebuah organisasi bisnis. Jadi, pilih mana ?
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
11
Outsourcing Percepatan Pengembangan
STI
American Hospital Supply Company (AHSC) memulai pengembangan Sistem Teknologi Informasi (STI) sejak
tahun 1950 untuk mencapai tingkat pengembangan STI pada saat ini. Sebuah usaha pengembangan STI yang
terus-menerus, memakan waktu yang lama dan sudah pasti memakan biaya yang sangat besar. Namun, pada saat
ini, tidak semua organisasi bisnis sepakat dengan apa yang ditempuh oleh AHSC untuk mengembangkan STI.
Faktor persaingan bisnis yang sarat strategi, bidang persaingan bisnis yang semakin meluas dan kompleks,
perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat organisasi-organisasi bisnis ini memutar otak lebih keras
untuk bisa mengembangkan STI tanpa mengganggu fokus bisnis mereka baik dari segi budget, strategi maupun
sumberdaya organisasi lainnya. Dengan kata lain mereka mengharapkan pengembangan STI yang progresif,
cepat dalam pengembangan, cepat dalam implementasi, berkelas, berkualitas tinggi, solid dan ditangani oleh
para expert / pakar dibidangnya sekaligus sanggup membawa organisasi bisnis mereka memiliki kemampuan
daya saing yang meningkat dan tidak ragu untuk terjun dibidang persaingan bisnis yang global. Nyaris dengan
cara instan.
Gagasan-gagasan seperti itulah yang kemudian melahirkan istilah pengembangan STI metode Outsourcing,
sebuah metode pengembangan STI secara terpadu yang dikembangkan dan dikelola oleh pihak ketiga.
Motode outsourcing ini menjadi pilihan karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
1. Biaya teknologi yang semakin meningkat dan akan lebih murah jika perusahaan tidak berinvestasi lagi
tetapi menyerahkan pada pihak ketiga dalam bentuk outsourcing yang terhitung lebih murah
dibandingkan mengembangkan sendiri dikarenakan outsourcer menerima jasa dari perusahaan lainnya
sehingga biaya tetap outsourcer dapat dibagi ke beberapa perusahaan yang memanfaatkan jasanya.
2. Mengurangi waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilih lebih dari satu sekaligus untuk
bekerja sama untuk menyediakan jasa ini kepada perusahaan.
3. Jasa yang diberikan oleh outsourcer telah dikembangkan oleh para ahlinya
4. Suatu perusahaan mungkin tidak mempunyai pengetahuan tentang sistem teknologi sedangkan
outsourcer memilikinya
5. Perusahaan merasa tidak perlu dan tidak ingin melakukan transfer teknologi dan tranfer pengetahuan
yang dimiliki outsourcer.
6. Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukan investasi
7. Mengurangi resiko kegagalan investasi yang mahal
8. Perusahaan dapat memfokuskan pada pekerjaan lain yang lebih penting
Sedangkan paket-paket aplikasi yang terintegrasi dalam sebuah metode outsourcing biasa disebut ERP
(Enterprise Resources Planning), suatu perangkat lunak / software dengan aplikasi yang terintegrasi dengan
baik untuk digunakan secara luas dalam organisasi bisnis. Termasuk di dalamnya TPS (Transaction Processing
System) ditambah dengan sistem-sistem informasi fungsional yang terintegrasi. Aplikasi-aplikasi yang
terintegrasi itu biasanya dapat digolongkan dalam fungsi-fungsi akuntansi, keuangan, sumber daya manusia,
pemasaran, logistik dan lainnya. Aplikasi yang menyangkut fungsi akuntansi biasanya modul buku besar, piutang
dagang, hutang dagang, aktiva tetap, manajemen kas dan akuntansi. Fungsi keuangan dikelola oleh modul
analisis portofolio, analisis resiko, analisis kredit, manajemen aktiva, sewa guna dll. Aplikasi ERP untuk fungsi
SDM diantaranya rekruitmen, penggajian, manajemen personil, pengembangan karyawan dan manajemen
kompensasi serta lainnya. Dibudang pemasaran meliputi manajemen relasi pelanggan, pemasukkan order dan
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
12
pemrosesan order dll. Sedangkan ERP dibidang logistik biasanya perencanaan produksi, menejemen material
dan manajemen pabrik.
ERP berbeda dengan paket-paket komersial lainnya. Perbedaannya antara lain :
1. Modul-modul ERP terintegrasi lewat basis data yang umum. Sebagai misalnya, jika terjadi transaksi
order penjualan di suatu tempat, maka hasil dari transaksi ini akan langsung berakibat di basis data
untuk modul yang lainnya, misalnya modul akuntansi, logistik, pengiriman dll
2. Modul-modul ERP dirancang sesuai dengan proses bisnis yang mengikuti proses rantai nilai (value
chain) atau rantai penyediaan (supply chain) yaitu aktivitas mulai dari logistik bahan mentah, produksi,
logistik bahan jadi, penjualan dan pemasaran dan sebagainya. Dengan kata lain modul ERP dirancang
mengikuti proses bisnis dari hulu hingga hilir.
Manfaat ERP menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Martin (et al., 2002) menunjukkan adanya 6
(enam) keuntungan dengan menerapkan paket ERP. 3 (tiga) keuntungan berhubungan dengan masalah bisnis, 2
(dua) berhubungan dengan STI dan 1 (sastu) berhubungan baik bisnis maupun STI.
Tiga keuntungan yang berhubungan dengan masalah bisnis antara lain :
1. Integrasi data yang menyebabkan akses data ke unit bisnis lain, fungsi-sungsi lain, proses-proses dan
organisasi meningkat.
2. Menyediakan cara lain untuk melakukan bisnis yaitu lewat rekayasa proses bisnis (business process
reengineering) menuju ke orientasi proses dan pengurangan biaya proses bisnis.
3. Menyediakan kemampuan global dengan menyediakan globalisasi lewat proses bisnis yang umum dan
kelas dunia yang berstandar internasional.
Kedua keuntungan yang berkaitang dengan STI :
1. Manfaat menerapkan paket yang sudah jadi bukan membangunnya dari bawah. Manfaat yang diperoleh
adalan manfaat waktu yang lebih cepat, biaya yang relatif murah dan kemampuan dari paket.
2. Memanfaatkan arsitektur teknologi informasi yang digunakan yang dapat menghemat biaya
Sedangkan sebuah manfaat bagi bisnis dan STI adalah fleksibilitas menggunakan teknologi client server yang
mudah dikembangkan sesuai dengan pertumbuhan bisnis.
Penelitan yang dilakukan oleh Martin et al. (2002) membagi 2 (dua) tujuan organisasi menerapkan ERP :
1. Untuk menerapkan aktivitas mata rantai proses bisnis dari hulu hingga hilir dalam satu kesatuan yang
terintegrasi dengan baik.
2. Untuk mendukung aktivitas bisnis fungsional meliputi proses-proses akuntansi, keuangan, sumber daya
manusia dan fungsi-fungsi lainnya.
Pada saat ini ada beberapa penjual jasa outsourcing lengkap dengan ERP-nya antara lain Oracle, SAP
(Systemabalyse und Programmentwicklung), Baan, J.D. Edwards, IFS (Industrial and Financial System),
Peoplesoft dan lain-lain. Untuk saat ini Oracle dan SAP adalah yang paling banyak dipakai di dunia. Outsourcing
dan ERP-nya cukup fleksibel dalam masalah pengelolaannya. Ada 4 (empat) alternatif pengelolaan outsourcing
ini :
1. Buy-In (Beli ERP dikelola internal), yaitu outsourcer menyediakan sumberdaya STI seperti pemogram
komputer namun untuk pengelolaan kegiatan-kegiatan STI masih dikerjakan di departemen IT secara
internal. Departemen IT internal ini bertanggungjawab menyediakan hasilnya. Hubungan kerjasama
antara perusahaan dengan outsourcer biasanya hanya hubungan bisnis berjangka pendek.
2. Prefferred Supplier (Pemasok terpilih), sama seperti buy-in, namun hubungan bisnis antara perusahaan
dan outsourcer berjangka panjang.
3. Contract-Out (kontrak penuh), yaitu outsourcer menyediakan sumber-sumber daya STI semacam
pemogram komputer, mengelola kegiatan-kegiatan STI dan bertanggung jawab menyediakan hasilnya.
4. Prefferred Contractor (Kontraktor terpilih),yaitu perusahaan dan outsourcer membangun kerjasama
jangka panjang.
Artikel Populer IlmuKomputer.Com
Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com
13
Sedangkan hambatan-hambatan yang bisa muncul saat mengembangkan metode outsourcing dengan paket
ERP-nya antara lain :
1. Implementasi ERP bukan hal yang bisa dianggap enteng dan organisasi harus merubah cara mereka
berbisnis. Hal tersebut mungkin akan bertambah sulit dengan adanya resistance to change dari personil
yang terkena imbasnya akibat perubahan proses bisnis.
2. Biaya Implementasi ERP yang cukup mahal dan tidak semua organisasi bisnis sanggup
menanggungnya.
3. Permasalahan kesiapan para personil yang mungkin kurang dari segi mental maupun keahliannya.
REFERENSI
1. [Jogiyanto HM. 2003] Sistem Teknologi Informasi terbitan Andi Offset Yogjakarta.
2. Sumber-sumber terkait lainnya.
BIOGRAFI PENULIS
Dindin Nugraha. Lahir di Bandung, 11 Oktober 1976. Menamatkan SMU di SMUN 10 , Bandung pada tahun 1995.
Menyelesaikan program D1 pada jurusan Informatika dan Ilmu Komputer di Bandung pada tahun 1996-1997. Saat ini tengah
bekerja sebagai praktisi TI di sebuah perusahaan distributor minuman swasta nasional.
Informasi lebih lanjut tentang penulis ini bisa didapat melalui:
Email: dinesea@lycos.com
PENGANTAR TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI

Ada lima komponen sistem informasi yaitu hardware, programs, data, procedures, dan people. Hubungan kelima komponen sistem informasi tersebut dapat dilihat pada gambar-1 berikut :

Machine Human

Hardware
Programs Data Procedures People

Instructions
Actors
Gambar-1. Lima komponen sistem informasi

Disini hanya akan dibahas salah satu dari kelima komponen sistem informasi yaitu Computer hardware yang meliputi input hardware, processing hardware, storage hardware, dan output hardware.


1. INPUT HARDWARE

Input hardware digunakan untuk mentransmisikan data ke processing dan storage hardware. Peralatan yang paling populer untuk memasukkan data yaitu kombinasi antara keyboard dan layar monitor. Layar monitor dianggap sebagai bagian dari input hardware karena digunakan untuk memeriksa apakah data yang akan dimasukkan telah diketik. Di samping jenis input hardware di atas, terdapat juga input hardware lainnya yaitu mouse, scanner, voice recognition device, hardwriting recognition device, machine data input (mis : modem), light pen, dan bar code reader.
Mouse digunakan sebagai interface titik dan click. Pergerakan mouse menghasilkan suatu gerakan yang berhubungan dengan pointer pada layar monitor. Pada umumnya mouse digunakan dalam aplikasi yang berorientasi grafis, misalnya Windows produksi Microsoft.
Scanner digunakan untuk mentransformasikan image grafis atau text ke dalam data computer. Transformasi text dapat menghemat dari pekerjaan retyping sedangkan transformasi image grafis dipakai untuk membaca logo atau simbol grafis untuk aplikasi desktop publishing.
Voice recognition device dipakai untuk memasukkan suara manusia ke dalam signal interpreter. Kebanyakan voice systems yang digunakan sekarang mempunyai vocabulary yang kecil dan harus dilatih untuk mengenal kata-kata tertentu. Caranya, seseorang membacakan sebuah daftar kata-kata yang biasa digunakan sehingga signal interpreter dapat menetapkan polanya. Misalnya pekerja menyebut box yang mereka bawa. Voice input diperlukan karena tangan pekerja sibuk dan tidak dapat mengetik atau memanipulasi peralatan ketik input device lainnya.
Handwriting recognition device digunakan untuk memasukkan data dengan cara menulis pada pad elektronis yang sensitif. Karakter-karakter tersebut dikenali dan dimasukkan ke dalam sistem komputer, biasanya suatu sistem PC (personal computer).
Modem merupakan salah satu jenis alat input data untuk menghubungkan komputer dengan komputer lain melalui jaringan telepon. Jenis input hardware lainnya yaitu light pen yang digunakan untuk menunjuk item-item pada layar monitor dan bar code reader yang biasa digunakan di supermarket untuk mengidentifikasi suatu jenis barang.


2. PROCESSING HARDWARE

Processing hardware meliputi peralatan yang bertugas untuk menghitung, membandingkan dan melaksanakan instruksi-instruksi khusus. Dalam CPU (Central Processing Unit) terdapat control unit, ALU (Arithmetic Logic Unit), dan system memory yang kadang-kadang disebut main memory. Control unit mengambil instruksi-instruksi dari system memory dan menterjemahkannya. ALU melaksanakan instruksi yang telah diterjemahkan. System memory digunakan untuk menyimpan instruksi data dan instruksi program. Untuk menghubungkan CPU dengan peralatan komputer lainnya digunakan data bus atau processor channel. Processor channel terdapat pada mother board, mempunyai expansion slots yang berfungsi untuk menghubungkan dengan peralatan tambahan seperti floppy disks, plotters, printers, mouse, modem, multimedia, dll.
Kapasitas komputer dapat diukur dari kecepatan pemrosesan dan kemampuan ALU untuk memanipulasi data dalam 1 cycle. Kecepatan pemrosesan dapat dinyatakan dalam cycle per second (biasanya dalam satuan MHz) atau dalam instruksi per second, biasanya dalam satuan millions of instructions per second (MIPS). Jumlah data yang dapat dimanipilasi oleh ALU dalam 1 cycle diukur dalam satuan bits (binary digits) dan biasa dipakai sebagai ukuran microprocessor, misalnya : microprocessor Zilog Z-80 merupakan procerssor 8 bit. Microprocessor sekarang yang lebih modern dapat memproses 16, 32, atau 64 bit data, dan bahkan ada yang mempunyai kemampuan lebar bit yang lebih besar.
Ada dua jenis dasar processor memory, yaitu ROM (read only memory) yang bersifat non-volatile dan RAM (random access memory) yang bersifat volatile (isi RAM akan hilang jika power off).
Processing hardware dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu mainframe computer, minicomputer, dan microcomputer. Tetapi sekarang pengelompokan ini sudah agak kabur karena sering terjadi overlap di antara pengelompokan tersebut. Untuk mudahnya dapat kita lihat tabel berikut ini.


Type
Application
Speed Memory
Size Number of Con-current Users
Mainframe Enterprise Informa-tion Systems 10 - 100+MIPS 32-500 MB Hundreds
Minicomputer Workgroup & Small Enterprise System 4 – 40+ MIPS 24-25 MB Dozens
Microcomputer Personal Computing 0.5 – 20+MIPS 0.5-100+MB 1 or dozen in LAN

Ada dua macam Emerging Processor Architectures yaitu complex instruction set computers (CISCs) dan reduced instruction set computers (RISCs). CISCs merupakan jenis CPU konvensional yang mengandung rangkaian untuk mengeksekusi satu range yang lebar dari instruksi-instruksi komputer, sedangkan RISCs merupakan jenis CPU yang hanya menggunakan instruksi-instruksi yang sering digunakan sehingga dapat memproses instruksi 10 kali lebih cepat atau lebih daripada CISCs processor. Beberapa vendor besar seperti IBM, Compaq, Hewlett-Packard, dan Digital Equipment Corporation (DEC) sedang mengembangkan komputer yang bekerja menggunakan RISCs processor.
3. STORAGE HARDWARE

RAM dipakai untuk menyimpan data atau program yang sedang aktif diproses. RAM tidak dapat dipakai sebagai storage hardware karena kapasitas RAM terbatas dan RAM bersifat volatile, dimana data akan hilang jika sistem shut down. Sebagai penggantinya dipakai external magnetic media untuk menyimpan data dan program yang sedang tidak aktif diproses. Ada dua jenis magnetic storage hardware yaitu disk dan tape.
Disk storage banyak digunakan sebagai medium storage dalam industri sistem informasi. Disk storage terdiri atas tracks dan sectors yang merupakan tempat menyimpan data secara magnetik. Data dibaca dan direkam dengan menggunakan read/write heads. Berikut dapat dilihat perbandingan kapasitas disk pada tabel di bawah ini :


Type Size Capacity
Diskette 5-1/4 inches 1.2 MB
Diskette 3-1/2 inches 1.4 MB
Stacked Disk – Microcomputer 5-1/4 inches 100-1000 MB
Stacked Disk – Minicomputer and Mainframe Computer 10-15 inches 0.1-100+ GB


Tape storage merupakan storage yang berbentuk magnetic tape. Keuntungannya yaitu harganya relatif lebih murah, sedangkan kerugiannya yaitu data hanya dapat diakses secara berurutan.
Jenis storage hardware lainnya adalah optical storage hardware. Keuntungan optical disk ialah mempunyai kapasitas yang tinggi, compact, dan durable storage. Sedangkan kerugiannya : sulit untuk merubah data, dan lebih mahal.

Ada tiga macam optical storage hardware, yaitu :
 CD-ROM (compact disk - read only memory), populer digunakan pada multimedia. Optical storage data direkam dengan menggunakan laser untuk membakar lekukan kecil pada permukaan metal master disk. Selanjutnya seperti audio CD, hanya dapat dibaca dan tidak dapat dipakai untuk merekam lagi.
 WORM (write-once/read-many) optical disk, merupakan disk yang hanya dapat ditulisi sekali kemudian hanya dapat dibaca dan tidak dapat dipakai untuk merekam lagi. WORM device dipakai untuk memelihara satu record permanen yang penting dari seluruh data. Misalnya proses transaksi pada jaringan keuangan.
 Erasable optical disks, dapat dibaca dan ditulisi.

4. OUTPUT HARDWARE

Jenis output hardware yang banyak digunakan yaitu printer. Printer dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, salah satu diantaranya character printers, line printers, dan page printers. Character printers umumnya berharga murah, mencetak per karakter, dan lambat. Line printers mencetak per baris, dipakai untuk mencetak sejumlah besar bentuk standard seperti invoice bulanan. Page printers mencetak per halaman, seperti mesin photo copy dan biasanya menggunakan laser untuk menghasilkan printed character.
Klasifikasi berikutnya yaitu impact printers dan nonimpact printers. Impact printers memukul kertas saat mencetak sehingga lebih berisik, misalnya dot matrix printer memukul pita karbon untuk menghasilkan cetakan pada kertas. Sedangkan nonimpact printers menggunakan sitem photoelectric untuk mencetak karakter, misalnya laser printer.
Bit-mapped printer bekerja atas dasar pengalamatan pada setiap dot yang membentuk baris dan kolom halaman kertas. Setiap dot pada halaman kertas dapat diset on (printed) atau off (not printed). Keuntungannya : dapat mencetak karakter dan gambar dengan mulus, tetapi kerugiannya : komputer harus mengirim lebih banyak instruksi dan data ke printer untuk mengcover data dan alamat setiap dot.
Output device lainnya adalah voice output, plotter dan layar monitor. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, layar monitor dapat juga digolongkan sebagai input device. Plotter mempunyai fungsi yang lebih rumit sehingga dapat digunakan untuk membuat grafik, diagram, peta, microfiche, dan microfilm.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan
terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional
(pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang. Perkembangan
ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para
manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu
dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat
digunakannya dalam proses pengambilan keputusan.
Meningkatnya penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, telah
membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan
lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Setiap organisasi dapat
memanfaatkan internet dan jaringan teknologi informasi untuk
menjalankan berbagai aktivitasnya secara elektronis Para manajer di berbagai organisasi juga diharapkan dapat dengan lebih
mudah untuk menganalisis kinerjanya secara konstan dan konsisten
dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.
Dalam modul sistem informasi manajemen ini, topik-topik yang dibahas
antara lain berkenaan dengan bagaimana pemanfaatan teknologi
informasi dikaitkan dengan pentingnya atau bantuannya dalam proses
pengambilan keputusan manajemen. Selain itu dibahas pula mengenai
perkembangan dari sistem informasi manajemen, tahap-tahap
pengembangan sistem, dan peran penting dari sistem pendukung untuk
pengambilan keputusan. Pada bagian akhir modul ini juga akan dibahas
mengenai bagaimana sistem pengamanan dan pengendalian dalam
pemanfaatan teknologi informasi di dalam sistem informasi manajemen.
Sebagai tambahan, juga dibahas mengenai dampak atau pengaruh etika
dan sosial dari sistem informasi.
Pembahasan modul sistem informasi manajemen ini menggunakan
pendekatan bagaimana penerapannya pada sektor publik, hal ini sejalan
dengan sasaran pengguna modul diklat ini yaitu para pegawai di
lingkungan instansi pemerintahan. Dan untuk lebih mendukung dan
memperkaya pembahasan modul ini, pada bagian akhir modul ini
dilampirkan kebijakan pemerintah khususnya Inpres No.1 Tahun 2006
tentang Pengembangan Pendayagunaan Telematika di Indonesia dan
Inpres No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government (Lampiran 1).
B. Tujuan Pemelajaran Umum (TPU)
Modul ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum kepada para
peserta diklat tentang materi sistem informasi manajemen. Dengan
mempelajari isi modul ini, para peserta diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan dasar mengenai sistem informasi manajemen dan
memahami peran sistem informasi manajemen dalam proses pengambilan
keputusan. Di samping itu, pemahaman yang memadai akan materi sistem
informasi manajemen merupakan langkah awal, khususnya bagai auditor,
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai audit
atas sistem informasi.

C. Tujuan Pemelajaran Khusus (TPK)
Dengan mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat:
1. memiliki satu pengertian tentang sistem informasi manajemen dan
kemampuan dasar dari sistem tersebut, dapat menguraikan hambatanhambatan
dalam perkembangan SIM dan mampu mengidentifikasi
struktur hirarki pengguna SIM dan tingkatan manajemen dalam
pengambilan keputusan;
2. mampu menjelaskan arti penting dari sistem pendukung yang
digunakan untuk mempertajam kualitas pengambilan keputusan,
mampu menguraikan dan menjabarkan model-model sistem
pendukung yang umum digunakan dalam berbagai aktivitas dan
kegiatan yang dilaksanakan dan memberikan dukungan khususnya
kepada auditor untuk dapat memanfaatkan model sistem pendukung
di dalam pelaksanaan penugasan audit;
3. mampu menjelaskan pendekatan dan model yang digunakan dalam
pengembangan sistem informasi, mampu menguraikan dan
menjabarkan proses pengembangan perangkat keras dan perangkat
lunak untuk merancang sistem informasi, dan memahami jangka
waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem informasi;
4. mampu menjelaskan berbagai risiko khususnya terkait dengan
kerentanan dan gangguan teknologi informasi dalam sistem informasi
dan mampu menguraikan unsur-unsur pengendalian dalam sistem
informasi untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya bencana
(disaster), kesalahan (errors), interupsi pelayanan dan kejahatan
terhadap pemanfaatan komputer; dan
5. mampu menjelaskan mengenai dampak perkembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi terhadap etika dan lingkungan sosial
masyarakat pengguna, memahami bagaimana etika berhubungan
dengan sistem informasi dan mengenali peran etika dalam organisasi
dan perlunya penerapan budaya etika.
D. Deskripsi Singkat Struktur Modul
Pembahasan materi dalam modul ini lebih dimaksudkan untuk
memberikan dasar-dasar aplikasi praktis guna meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam proses
pengambilan keputusan manajemen khususnya pada sektor publik. Oleh
karena itu muatan-muatan yang dibahas merupakan konsep-konsep sistem
informasi manajemen dan dilengkapi dengan berbagai contoh dan kasus
terkait dengan topik-topik yang dibahas.
Pembagian bab-bab dalam modul sistem informasi manajemen ini adalah
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan.
Menguraikan dan membahas mengenai gambaran umum tentang
latar belakang, tujuan, metode pemelajaran sistem informasi
manajemen
BAB II Konsep Dasar Sistem Informasi
Menguraikan dan membahas perkembangan sistem informasi
manajemen, definisi sistem dan informasi, dan peran
manajemen sebagai pengguna sistem informasi.
BAB III Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan
Menguraikan dan membahas sistem pendukung dalam rangka
untuk meningkatkan pengambilan keputusan.
BAB IV Pengembangan Sistem Informasi
Menguraikan dan membahas tahap-tahap pengembangan sistem
informasi dan alternatif pendekatan untuk pengembangan
sistem.
BAB V Pengamanan dan Pengendalian Sistem Informasi
Menguraikan sistem pengamanan dan pengendalian terhadap
sistem informasi.
BAB VI Dampak dan Etika Sosial Pemanfaat Sistem Informasi
Menguraikan dampak atau pengaruh etika dan sosial dari
perkembangan sistem informasi dalam perannya untuk
membantu proses pengambilan keputusan manajemen.
E. Metodologi Pemelajaran
Penyampaian materi diklat ini menggunakan pendekatan pemelajaran
orang dewasa dengan menggunakan metode ceramah, curah pendapat,
diskusi dan peserta dianjurkan membaca seluruh materi yang ada,
menjawab soal-soal yang disertakan di setiap akhir bab. Instruktur akan
membantu peserta untuk memahami materi melalui pemaparan di kelas.

KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI
Tujuan Pemelajaran Khusus :
Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan:
• memiliki satu pengertian mengenai sistem informasi manajemen dan kemampuan
dasar dari sistem tersebut;
• dapat menguraikan hambatan-hambatan dalam perkembangan SIM; dan
• mampu mengidentifikasi struktur hirarki pengguna SIM dan tingkatan manajemen
dalam pengambilan keputusan.
A. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat
didefinisikan sebagai satu sistem berbasis komputer yang menyediakan
informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para
pemakai biasanya tergabung dalam suatu entitas organisasi formal,
seperti Departemen atau Lembaga suatu Instansi Pemerintahan yang
dapat dijabarkan menjadi Direktorat, Bidang, Bagian sampai pada unit
terkecil dibawahnya. Informasi menjelaskan mengenai organisasi atau
salah satu sistem utamanya mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu,
apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin akan terjadi
dimasa yang akan datang tentang organisasi tersebut.
Sistem informasi memuat berbagai informasi penting mengenai orang,
tempat, dan segala sesuatu yang ada di dalam atau di lingkungan sekitar
organisasi. Informasi sendiri mengandung suatu arti yaitu data yang telah
diolah ke dalam suatu bentuk yang lebih memiliki arti dan dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan. Data sendiri merupakan faktafakta
yang mewakili suatu keadaan, kondisi, atau peristiwa yang terjadi
atau ada di dalam atau di lingkungan fisik organisasi. Data tidak dapat
langsung digunakan untuk pengambilan keputusan, melainkan harusdiolah lebih dahulu agar dapat dipahami, lalu dimanfaatkan dalam
pengambilan keputusan.
Informasi harus dikelola dengan baik dan memadai agar memberikan Meskipun sistem informasi berbasis komputer menggunakan teknologi
komputer untuk memproses data menjadi informasi yang memiliki arti,
ada perbedaan yang cukup tajam antara komputer dan program komputer
di satu sisi dengan sistem informasi di sisi lainnya. Komputer dan
perangkat lunak komputer yang tersedia merupakan fondasi teknis, alat,
dan material dari sistem informasi modern. Komputer dapat dipakai
sebagai alat untuk menyimpan dan memproses informasi. Program
komputer atau perangkat lunak komputer merupakan seperangkat
instruksi operasi yang mengarahkan dan mengendalikan pemrosesan
informasi.
B. Perkembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Sesungguhnya, konsep sistem informasi telah ada sebelum munculnya
komputer. Sebelum pertengahan abad ke-20, pada masa itu masih
digunakan kartu punch, pemakaian komputer terbatas pada aplikasi
akuntansi yang kemudian dikenal sebagai sistem informasi akuntansi.
Namun demikian para pengguna - khususnya dilingkungan perusahaan -
masih mengesampingkan kebutuhan informasi bagi para manajer. Aplikasi
akuntansi yang berbasis komputer tersebut diberi nama pengolahan data
elektronik (PDE).
• Dalam tahun 1964, komputer generasi baru memperkenalkan prosesor
baru yang menggunakan silicon chip circuitry dengan kemampuan
pemrosesan yang lebih baik. Untuk mempromosikan generasi
komputer tersebut, para produsen memperkenalkan konsep sistem
informasi manajemen dengan tujuan utama yaitu aplikasi komputer
adalah untuk menghasilkan informasi bagi manajemen. Ketika itu
mulai terlihat jelas bahwa komputer mampu mengisi kesenjangan
akan alat bantu yang mampu menyediakan informasi manajemen.
Konsep SIM ini dengan sangat cepat diterima oleh beberapa
manfaat yang maksimal. Penerapan sistem informasi di dalam suatu
organisasi dimaksudkan untuk memberikan dukungan informasi yang
dibutuhkan, khususnya oleh para pengguna informasi dari berbagai
tingkatan manajemen. Sistem informasi yang digunakan oleh para
pengguna dari berbagai tingkatan manajemen ini biasa disebut sebagai:
Sistem Informasi Manajemen.
Sistem informasi mengandung tiga aktivitas dasar di dalamnya, yaitu:
aktivitas masukan (input), pemrosesan (processing), dan keluaran
(output). Tiga aktivitas dasar ini menghasilkan informasi yang dibutuhkan
organisasi untuk pengambilan keputusan, pengendalian operasi, analisis
permasalahan, dan menciptakan produk atau jasa baru. Masukan
berperan di dalam pengumpulan bahan mentah (raw data), baik yang
diperoleh dari dalam maupun dari lingkungan sekitar organisasi.
Pemrosesan berperan untuk mengkonversi bahan mentah menjadi bentuk
yang lebih memiliki arti. Sedangkan, keluaran dimaksudkan untuk mentransfer
informasi yang diproses kepada pihak-pihak atau aktivitas-aktivitas
yang akan menggunakan. Sistem informasi juga membutuhkan
umpan balik (feedback), yaitu untuk dasar evaluasi dan perbaikan di
tahap input berikutnya.
Dewasa ini, sistem informasi yang digunakan lebih berfokus pada sistem
informasi berbasis komputer (computer-based information system).
Harapan yang ingin diperoleh di sini adalah bahwa dengan penggunaan
teknologi informasi atau sistem informasi berbasis komputer, informasi
yang dihasilkan dapat lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu,
sehingga pengambilan keputusan dapat lebih efektif dan efisien.

perusahaan dan institusi pemerintah dengan skala besar seperti
Departemen Keuangan khususnya untuk menangani pengelolaan
anggaran, pembiayaan dan penerimaan negara.
Namun demikian, para pengguna yang mencoba SIM pada tahap awal
menyadari bahwa penghalang terbesar justru datang dari para lapisan
manajemen tingkat menengah - atas
Fokus Dalam SIM
Bos Kita Gaptek, aah Masa’ Sih.....?!
Indonesia termasuk salah satu dari negara
yang tertinggal jauh dari bagian dunia lain
dalam penggunaan komputer. Ini dapat
terlihat dari cara komunikasi penggunaan
surat elektronik (e-mail) mempengaruhi
komunikasi pada instansi pemerintah.
Secara historis posisi para pimpinan di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh senioritas
dan gender. Pimpinan pada suatu instansi
salah satu unsur penentunya adalah usia
yang lebih tua (meski sekarang sudah
banyak berkurang), para laki-laki dan
wanita yang lebih mudalah yang harus
menjadi bawahan dan melaksanakan
perintah mereka. Namun ketika instansinya
mulai menggunakan komputer sebagai alat
bantu, para pegawai yang lebih mudalah
yang mampu memanfaat kan teknologi
tersebut. Yang mengalami pukulan dramatis
dari sisi beban psikologis adalah pegawaipegawai
yang sepanjang karir mereka bukan
saja tidak pernah menggunakan komputer
tetapi juga tidak pernah menggunakan
mesin ketik manual. Sebagian besar
komunikasi selama ini mereka lakukan
dengan catatan/memo, faks,
konsep surat yang disiapkan oleh pegawai
rendah. Dulu dengan mudah bagi pimpinan
yang lebih tua memerintahkan “bawa surat ini
ke pak Kepala”. Tetapi ini tidak dapat
diterapkan bila pak Kepala menghendaki
tanggapan pribadi melalui e-mail. Para
pimpinan tingkat menengah – atas hampir
tidak bisa mendelegasikan tugas ini ke
pegawai yang lebih rendah.
Dalam usaha untuk mempercepat pengetahuan
penggunaan komputer bagi pimpinan tingkat
menengah – atas, banyak diadakan kursus
kilat, para pengajarnya seringkali adalah
wanita muda cantik dan mereka merupakan
kontras yang nyata dengan wanita masa lalu,
yang seringkali hanya berperan sebagai
pegawai rendah penyedia teh.
Kursus itu dirasa sangat berat, meskipun
mungkin berlangsung tidak lebih dari 3 hari.
Bahkan mungkin karena dirasakan begitu
sangat menyiksanya para pimpinan tingkat
atas ini menyebutnya sebagai Diklat Keahlian
dari
Neraka................................................!
Gambar 2-1
Perkembangan konsep ini masih belum mulus dan banyak organisasi
mengalami kegagalan dalam aplikasinya karena adanya beberapa
hambatan, misalnya:
• kekurangpahaman para pemakai tentang komputer.
• kekurangpahaman para spesialis bidang informasi tentang bisnis
dan peran manajemen,
• relatif mahalnya harga perangkat komputer, serta
• terlalu berambisinya para pengguna yang terlalu yakin dapat
membangun sistem informasi secara lengkap sehingga dapat
mendukung semua lapisan manajer.
Sementara konsep SIM terus berkembang, Morton, Gorry, dan Keen
dari Massachussets Institute of Technology (MIT) mengenalkan konsep
baru yang diberi nama Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support
Systems - DSS). DSS adalah sistem yang menghasilkan informasi yang
ditujukan pada masalah tertentu yang harus dipecahkan atau
keputusan yang harus dibuat oleh manajer.
Perkembangan yang lain adalah munculnya aplikasi lain, yaitu
Otomatisasi Kantor (office automation - OA), yang memberikan
fasilitas untuk meningkatkan komunikasi dan produktivitas para
manajer dan staf kantor melalui penggunaan peralatan elektronik.
Belakangan timbul konsep baru yang dikenal dengan nama Artificial
Intelligence (AI), sebuah konsep dengan ide bahwa komputer bisa
diprogram untuk melakukan proses lojik menyerupai otak manusia.
Suatu jenis dari AI yang banyak mendapat perhatian adalah Expert
Systems (ES), yaitu suatu aplikasi yang mempunyai fungsi sebagai
spesialis dalam area tertentu.
Semua konsep di atas, baik PDE, SM, OA, DSS, EIS, maupun AI
merupakan aplikasi pemrosesan informasi dengan menggunakan
komputer dan bertujuan menyediakan informasi untuk pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan. C. Perhatian terhadap Manajemen lnformasi
Terdapat dua alasan utama mengapa terdapat perhatian yang besar
terhadap manajemen informasi, yaitu meningkatnya kompleksitas
kegiatan organisasi tata kelola pemerintahan dan meningkatnya
kemampuan komputer. Selanjutnya, dengan tersedianya informasi yang
berkualitas, tentunya juga mendorong manajer untuk meningkatkan
kemampuan kompetitif (competitive advantage) organisasi yang
dikelolanya.
Pada masa komputer generasi pertama, komputer hanya disentuh oleh
para spesialis di bidang komputer, sedangkan pengguna lainnya tidak
pernah kontak langsung dengan komputer. Sekarang, hampir setiap
kantor mempunyai paling tidak beberapa desktop/personal computer –
PC. Pemakai sistem informasi manajemen pun kini tahu bagaimana
menggunakan komputer dan memandang komputer bukan sebagai sesuatu
yang spesial lagi, tetapi sudah merupakan suatu kebutuhan seperti halnya
filing cabinet, mesin photocopy atau telepon.
D. Pengguna Sistem Informasi Manajemen
Sebagai pengguna sistem informasi manajemen, tingkatan manajemen ini
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan (Gambar 2 - 2), yaitu:
• Manajer tingkat perencanaan stratejik (strategic planning);
merupakan manajer tingkat atas, seperti para jajaran Menteri, para
eselon I, di mana keputusan-keputusan yang dibuatnya berkenaan
dengan perencanaan stratejik yang meliputi proses evaluasi
lingkungan luar organisasi, penetapan tujuan organisasi, dan
penentuan strategi organisasi.
• Manajer tingkat pengendalian manajemen (management control);
yang dikenal juga dengan istilah manajer tingkat menengah,
mempunyai tanggung jawab untuk menjabarkan rencana stratejik yang
sudah ditetapkan ke dalam pelaksanaannya dan meyakinkan bahwa
tujuan organisasi akan tercapai. Termasuk dalam kelompok ini
misalnya adalah Pejabat Eselon II, Kepala Kantor Wilayah, Kepala
Dinas, dan Eselon III, Kepala Bagian/Bidang.
• Manajer tingkat pengendalian operasi (operational control)
merupakan manajer tingkat bawah misalnya eselon IV dan V,
bertanggung jawab melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan oleh
manajer tingkat menengah, yang terwujud dalam operasi/kegiatan
organisasi. Penggolongan manajer menurut tingkatnya mempunyai pengaruh
signifikan dalam mendisain sistem informasi yang berkaitan dengan
sumber informasi, cara penyajian, dan jenis keputusannya. Manajer tingkat perencanaan stratejik akan lebih banyak menerima informasi yang
berasal dari lingkungan luar organisasi daripada informasi intern, dan
sebaliknya untuk manajer tingkat bawah. Dari segi penyajiannya, manajer
tingkat atas lebih menyukai informasi dalam bentuk ringkas, bukan detil.
Sebaliknya, manajer tingkat bawah lebih menekankan pada informasi
detil, bukan ringkas. Sedang berdasarkan jenis keputusan yang diambil,
keputusan yang dibuat oleh manajer tingkat atas lebih tidak terstruktur
dibandingkan keputusan yang diambil oleh manajer tingkat yang lebih
rendah.
Keputusan yang terstruktur merupakan keputusan yang sifatnya berulangulang
dan rutin sehingga unsur-unsurnya lebih mudah untuk dimengerti.
Contoh dari keputusan ini misalnya adalah keputusan tentang kenaikan
pangkat pegawai, kenaikan gaji berkala dan lain sebagainya. Sebaliknya
untuk keputusan yang tidak terstruktur, keputusan ini tidak mudah untuk
didefinisikan dan biasanya lebih banyak membutuhkan informasi dari
lingkungan luar. Pengalaman dan pertimbangan manajer sangat penting
dalam pengambilan keputusan yang tidak terstruktur. Keputusan
terstruktur akan lebih mudah dikomputerisasikan dibandingkan dengan
keputusan yang tidak terstruktur.
Walaupun terdapat perbedaan tingkat manajemen dan area fungsinya,
pada dasarnya manajer melaksanakan beberapa fungsi dan memainkan
peran yang sama dengan berbagai variasi penekanannya.
Satu hal yang perlu ditekankan pula disini bahwa bukan hanya para
manajer yang memperoleh manfaat dari SIM. Pegawai-pegawai dalam
posisi non-manajer maupun staf ahli juga menggunakan output yang
dihasilkan SIM. Demikian juga para pengguna yang berada di luar
institusi/lembaga. Para pengguna menerima manfaat berupa informasi
jenis pelayanan yang dihasilkan oleh suatu institusi seperti Kantor
Pariwisata yang menginformasikan suatu daerah tujuan wisata yang sudah
dikelola dengan baik dan layak untuk dikunjungi, para pembayar pajak
dapat mengetahui penggunaan sebagian kontribusi mereka kepada negara
untuk membangun fasilitas umum, dan pihak pemerintah dapat segera
mengetahui Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan
publik, dan kewajiban mereka membayar pajak. Jadi istilah SIM
sebenarnya tidak memberikan gambaran yang menyeluruh, bahwa sasaran
informasi yang dihasilkan semata-mata untuk para manajer. SIM bukanlah
suatu sistem yang memproduksi informasi manajemen, melainkan
informasi untuk mendukung pemecahan masalah.
E. Peran Baru Sistem Informasi Manajemen
Manajemen tidak dapat mengabaikan sistem informasi karena sistem
informasi memainkan peran yang kritikal di dalam organisasi. Sistem
informasi ini sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana
manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola
para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak
dicapai, yaitu bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap
tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan
bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada
masyarakat. Oleh karenanya, tanggung jawab terhadap sistem informasi
tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada sembarang pengambil
keputusan.
Semakin meningkat saling ketergantungan antara rencana strategis
instansi, peraturan dan prosedur di satu sisi dengan sistem informasi
(software, hardware, database, dan telekomunikasi) di sisi yang lainnya.
Perubahan di satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya.
Hubungan ini menjadi sangat kritikal manakala manajemen ingin
membuat rencana ke depan. Aktivitas apa yang akan dilakukan lima
tahun ke depan biasanya juga sangat tergantung kepada sistem apa yang
tersedia untuk dapat melaksanakannya. Sebagai contoh, peningkatan
produktivitas kerja para pegawai sangat tergantung pada jenis dan
kualitas dari sistem informasi organisasi.
Perubahan lain dalam hubungan sistem informasi dengan organisasi
adalah semakin meningkatnya cakupan dan ruang lingkup dari sistem
informasi dan aplikasinya. Pengembangan dan pengelolaan sistem dewasa
ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak di dalam organisasi, jika
dibandingkan peran dan keterlibatanya pada periode-periode yang lalu.
Sebagaimana sudah disampaikan dengan meningkatnya kecenderungan
organisasi berteknologi digital, maka sistem informasi di dalam organisasi
dapat meliputi jangkauan yang semakin luas hingga kepada masyarakat,
instansi pemerintahan lainnya, dan bahkan informasi mengenai
perkembangan politik terakhir.
Satu alasan mengapa sistem informasi memainkan peran yang sangat
besar dan berpengaruh di dalam organisasi adalah karena semakin
tingginya kemampuan teknologi komputer dan semakin murahnya biaya
pemanfaatan teknologi komputer tersebut. Semakin baiknya kemampuan
komputer telah menghasilkan jaringan komunikasi yang kuat yang dapat
digunakan organisasi untuk melakukan akses informasi dengan cepat dari
berbagai penjuru dunia serta untuk mengendalikan aktivitas yang tidak
terbatas pada ruang dan waktu. Jaringan-jaringan ini telah
mentransformasikan ketajaman dan bentuk aktivitas organisasi,
menciptakan fondasi untuk memasuki era digital.
Jaringan yang terluas dan terbesar yang digunakan adalah internet.
Hampir setiap orang di seluruh dunia ini, baik yang bekerja di dunia sains,
pendidikan, pemerintah, maupun kalangan pebisnis menggunakan
jaringan internet untuk bertukar informasi atau melakukan transaksi
bisnis dengan orang atau organisasi lain di seluruh dunia. Internet
menciptakan platform teknologi baru yang universal. Teknologi internet
ini mampu mempertajam cara bagaimana sistem informasi digunakan
dalam bisnis dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dengan penggunaan internet, di antaranya adalah untuk (lihat
Gambar 2 – 3) :
• Komunikasi dan kolaborasi.
• Akses data dan informasi.
• Partisipasi dalam diskusi.
• Supply informasi.
• Hobi atau bersenang-senang (entertainment).
• Pertukaran transaksi bisnis.
Pertumbuhan yang pesat di teknologi komputer dan jaringan, termasuk
teknologi internet telah mengubah struktur organisasi yang
memungkinkan secara instan informasi didistribusi di dalam dan di luar
organisasi. Kemampuan ini dapat digunakan untuk mendesain ulang dan
mempertajam organisasi, mentransfer struktur organisasi, ruang lingkup
organisasi, melaporkan dan mengendalikan mekanisme, praktik-praktik
kerja, arus kerja, serta produk dan jasa. Pada akhirnya, proses bisnis
yang dilakukan secara elektronis membawa organisasi lebih dikelola
secara digital, yang membawa dampak pada hal-hal sebagai berikut:
- Organisasi semakin ramping.
Organisasi yang gemuk dan birokratis lebih sulit untuk mengikuti
perubahan yang pesat dewasa ini, kurang efisien, dan tidak dapat
kompetitif. Oleh karenanya, banyak model organisasi ini sekarang
dirampingkan, termasuk jumlah pegawainya dan tingkatan hirarkis
manajemennya.
- Pemisahan pekerjaan dari lokasi.
Teknologi komunikasi telah mengeliminasi jarak sebagai satu faktor
yang harus dipertimbangkan dalam pekerjaan.
F. Konsep Subsistem Informasi Organisasi
SIM merupakan upaya organisasi pertama yang tujuan utamanya adalah
menyediakan informasi bagi manajemen (karena itu dinamakan sistem
informasi manajemen). Ternyata dalam praktiknya SIM pada suatu
organisasi menyediakan juga informasi bagi orang-orang selain para
manajer.
Ketika suatu organisasi semakin memiliki pengalaman dalam menerapkan
rancangan SIM yang mencakup kebutuhan seluruh organisasi, para
manajer di wilayah-wilayah tertentu, baik ditingkat pusat maupun daerah, mulai menerapkan konsep sesuai kebutuhan yang mereka
perlukan. Sistem informasi mulai akan memasuki wilayah yang sudah
tersegmentasi, yang dapat disebut sebagai sub-sub sistem SIM yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Sebagai contoh
pada tataran organisasi pemerintah pusat sudah mengimplementasikan
beberapa aplikasi sistem informasi antara lain:
• Sistem akuntansi keuangan negara (SKAN),
• Sistem akuntansi barang milik negara (SABMN),
• Sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD),
• Sistem Informasi Kependudukan,
• Sistem Informasi Kepegawaian dan pengembangan-pengembangan subsub
sistem tata kelola pemerintahan lainnya. subsistem organisasi dapat juga digunakan oleh yang lain, dan banyak
juga yang berbagi perangkat lunak (software). Sistem-sistem informasi
organisasi merupakan suatu cara berfikir logis, bukannya fisik tentang
SIM.


Pusdiklatwas BPKP- 2007 23
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Djoko Sutono, Ak.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Ketua Tim
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II,
ttd.
Edy Sudibyo